Minggu, 16 Agustus 2020

Cerita Bokep Main Swinger Sex Dengan Tetangga

Jaguar303 - Tentang tukar pasangan kali ini berkisah pengalamnku bercinta dengan tetangga baruku, dimana istri tetanggaku yang sangat bahenol dan sering bikin burungku naik turun itu akhirnya bisa kudapatkan walaupun dengan kompensasi aku harus merelakan istriku di tiduri oleh suami tetangga baruku.

Kurasa tidak perlu aku ceritakan tentang nama dan asalku, serta tempat dan alamatku sekarang. Usiaku sekarang sudah mendekati empat puluh tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya aku sudah punya anak, karena aku sudah menikah hampir lima belas tahun lamanya. Walaupun aku tidak begitu ganteng, aku cukup beruntung karena mendapat isteri yang menurutku sangat cantik. Bahkan dapat dikatakan dia yang tercantik di lingkunganku, yang biasanya menimbulkan kecemburuan para tetanggaku. Isteriku bernama Resty.

Ada satu kebiasaanku yang mungkin jarang orang lain miliki, yaitu keinginan sex yang tinggi. Mungkin para pembaca tidak percaya, kadang-kadang pada siang hari selagi ada tamu pun sering saya mengajak isteri saya sebentar ke kamar untuk melakukan hal itu. Yang anehnya, ternyata isteriku pun sangat menikmatinya.

Walaupun demikian saya tidak pernah berniat jajan untuk mengimbangi kegilaanku pada sex. Mungkin karena belum punya anak, isteriku pun selalu siap setiap saat. Kegilaan ini dimulai saat hadirnya tetangga baruku, entah siapa yang mulai, kami sangat akrab. Atau mungkin karena isteriku yang supel, sehingga cepat akrab dengan mereka. Suaminya juga sangat baik, usianya kira-kira sebaya denganku. Hanya isterinya, woow busyet.., selain masih muda juga cantik dan yang membuatku gila adalah bodynya yang wah, juga kulitnya sangat putih mulus.

Mereka pun sama seperti kami, belum mempunyai anak. Mereka pindah ke sini karena tugas baru suaminya yang ditempatkan perusahaannya yang baru membuka cabang di kota tempatku. Aku dan isteriku biasa memanggil mereka Mas Agus dan Mbak Rini. Selebihnya saya tidak tahu latar belakang mereka. Boleh dibilang kami seperti saudara saja karena hampir setiap hari kami ngobrol, yang terkadang di teras rumahnya atau sebaliknya. Pada suatu malam, saya seperti biasanya berkunjung ke rumahnya, setelah ngobrol panjang lebar, Agus menawariku nonton

VCD blue yang katanya baru dipinjamnya dari temannya. Aku pun tidak menolak karena selain belum jauh malam kegiatan lainnya pun tidak ada. Seperti biasanya, film blue tentu ceritanya itu-itu saja. Yang membuatku kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut nonton bersama kami. “Waduh, gimana ini Gus..? Nggak enak nih..!” “Nggak apa-apalah Mas, toh itu tontonan kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas nggak keberatan, Mbak Res diajak sekalian.” katanya menyebut isteriku. Aku tersinggung juga waktu itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa salahnya? Akhirnya aku pamit

sebentar untuk memanggil isteriku yang tinggal sendirian di rumah. “Gila kamu..! Apa enaknya nonton gituan kok sama tetangga..?” kata isteriku ketika kuajak. Akhirnya aku malu juga sama isteriku, kuputuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah Agus. Mendingan langsung tidur saja supaya besok cepat bangun. Paginya aku tidak bertemu Agus, karena sudah lebih dahulu berangkat. Di teras rumahnya aku hanya melihat isterinya sedang minum teh.

Ketika aku lewat, dia menanyaiku tentang yang tadi malam. Aku bilang Resty tidak mau kuajak sehingga aku langsung saja tidur. Mataku jelalatan menatapinya. Busyet.., dasternya hampir transparan menampakkan lekuk tubuhnya yang sejak dulu menggodaku. Tapi ah.., mereka kan tetanggaku. Tapi dasar memang pikiranku sudah tidak beres, kutunda keberangkatanku ke kantor.

Aku kembali ke rumah menemui isteriku. Seperti biasanya kalau sudah begini aku langsung menarik isteriku ke tempat tidur. Mungkin karena sudah biasa Resty tidak banyak protes. Yang luar biasa adalah pagi ini aku benar-benar gila. Aku bergulat dengan isteriku seperti kesetanan. Kemaluan Resty kujilati sampai tuntas, bahkan kusedot sampai isteriku menjerit. Edan, kok aku sampai segila ini ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Isteriku sampai terengah-engah menikmati apa yang

kulakukan terhadapnya. Resty langsung memegang kemaluanku dan mengulumnya, entah kenikmatan apa yang kurasakan saat itu. Sungguh, tidak dapat kuceritakan. “Mas.., sekarang Mas..!” pinta isteriku memelas. Akhirnya aku mendekatkan kemaluanku ke lubang kemaluan Resty. Dan tempat tidur kami pun ikut bergoyang. Setelah kami berdua sama-sama tergolek, tiba-tiba isteriku bertanya, “Kok Mas tiba-tiba nafsu banget sih..?” Aku diam saja

karena malu mengatakan bahwa sebenarnya Rini lah yang menaikkan tensiku pagi ini. Sorenya Agus datang ke rumahku, “Sepertinya Mas punya kelainan sepertiku ya..?” tanyanya setelah kami berbasa-basi. “Maksudmu apa Gus..?” tanyaku heran. “Isteriku tadi cerita, katanya tadi pagi dia melihat Mas dan Mbak Resty bergulat setelah ngobrol dengannya.” Loh, aku heran, dari mana Rini nampak kami melakukannya? Oh iya, baru kusadari ternyata jendela kamar kami saling berhadapan. Agus langsung menambahkan, “Nggak usah malu Mas, saya juga maniak Mas.” katanya tanpa malu-malu. “Begini saja Mas,” tanpa harus memahami perasaanku, Agus langsung

melanjutkan, “Aku punya ide, gimana kalau nanti malam kita bikin acara..?” “Acara apa Gus..?” tanyaku penasaran. “Nanti malam kita bikin pesta di rumahmu, gimana..?” “Pesta apaan..? Gila kamu.” “Pokoknya tenang aja Mas, kamu cuman nyediain makan dan musiknya aja Mas, nanti minumannya saya yang nyediain. Kita berempat aja, sekedar refresing ajalah Mas, kan Mas belum pernah mencobanya..?” Malamnya, menjelang pukul 20.00, Agus bersama isterinya sudah ada di rumahku. Sambil makan dan minum, kami ngobrol tentang masa muda kami. Ternyata ada

persamaan di antara kami, yaitu menyukai dan cenderung maniak pada sex. Diiringi musik yang disetel oleh isteriku, ada perasaan yang agak aneh kurasakan. Aku tidak dapat menjelaskan perasaan apa ini, mungkin pengaruh minuman yang dibawakan Agus dari rumahnya. Tiba-tiba saja nafsuku bangkit, aku mendekati isteriku dan menariknya ke pangkuanku. Musik yang tidak begitu kencang terasa seperti menyelimuti pendengaranku. Kulihat Agus juga menarik isterinya dan menciumi bibirnya. Aku semakin terangsang, Resty juga semakin bergairah. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Tidak berapa lama Resty sudah telanjang bulat, entah kapan aku menelanjanginya. Sesaat aku merasa bersalah, kenapa aku melakukan hal ini di depan orang lain, tetapi kemudian.

hal itu tidak terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah nafsuku sudah menggelegak mengalahkan pikiran normalku. Kuperhatikan Agus perlahan-lahan mendudukkan Rini di meja yang ada di depan kami, mengangkat rok yang dikenakan isterinya, kemudian membukanya dengan cara mengangkatnya ke atas. Aku semakin tidak karuan memikirkan kenapa hal ini dapat terjadi di dalam rumahku. Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya aku sudah menikmati permainan itu. Rini juga tinggal hanya mengenakan BH dan celana dalamnya saja, dan masih duduk di atas meja dengan lutut tertekuk dan terbuka menantang. Perlahan-lahan Agus membuka BH Rini, tampak dua bukit putih mulus menantang menyembul setelah penutupnya terbuka. “Kegilaan apa lagi ini..?” batinku. Seolah-olah

Agus mengerti, karena selalu saya perhatikan menawarkan bergantian denganku. Kulihat isteriku yang masih terbaring di sofa dengan mulut terbuka menantang dengan nafas tersengal menahan nafsu yang menggelora, seolah-olah tidak keberatan bila posisiku digantikan oleh Agus. Kemudian kudekati Rini yang kini tinggal hanya mengenakan celana dalam. Dengan badan yang sedikit gemetar karena memang ini pengalaman pertamaku.

melakukannya dengan orang lain, kuraba pahanya yang putih mulus dengan lembut. Sementara Agus kulihat semakin beringas menciumi sekujur tubuh Resty yang biasanya aku lah yang melakukannya. Perlahan-lahan jari-jemariku mendekati daerah kemaluan Rini. Kuelus bagian itu, walau masih tertutup celana dalam, tetapi aroma khas kemaluan wanita sudah terasa, dan bagian tersebut sudah mulai basah. Perlahan-lahan kulepas celana

dalamnya dengan hati-hati sambil merebahkan badannya di atas meja. Nampak bulu-bulu yang belum begitu panjang menghiasi bagian yang berada di antara kedua paha Rini ini. “Peluklah aku Mas, tolonglah Mas..!” erang Rini seolah sudah siap untuk melakukannya. Tetapi aku tidak melakukannya. Aku ingin memberikan kenikmatan yang betul-betul kenikmatan kepadanya malam ini. Kutatapi seluruh bagian tubuh Rini yang memang betul-betul sempurna. Biasanya aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan, itu pun dengan terhalang pakaian. Berbeda kini

bukan hanya melihat, tapi dapat menikmati. Sungguh, ini suatu yang tidak pernah terduga olehku. Seperti ingin melahapnya saja. Kemudian kujilati seluruhnya tanpa sisa, sementara tangan kiriku meraba kemaluannya yang ditumbuhi bulu hitam halus yang tidak begitu tebal. Bagian ini terasa sangat lembut sekali, mulut kemaluannya sudah mulai basah. Perlahan kumasukkan jari telunjukku ke dalam. “Sshh.., akh..!” Rini menggelinjang nikmat. - Cerita Dewasa Terbaru

Kuteruskan melakukannya, kini lebih dalam dan menggunakan dua jari, Rini mendesis. Kini mulutku menuju dua bukit menonjol di dada Rini, kuhisap bagian putingnya, tubuh Rini bergetar panas. Tiba-tiba tangannya meraih kemaluanku, menggenggam dengan kedua telapaknya seolah takut lepas. Posisi Rini sekarang berbaring miring, sementara aku berlutut, sehingga kemaluanku tepat ke mulutnya. Perlahan dia mulai menjilati kemaluanku. Gantian badanku sekarang yang bergetar hebat. Rini memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. Ya ampun, hampir aku

tidak sanggup menikmatinya. Luar biasa enaknya, sungguh..! Belum pernah kurasakan seperti ini. Sementara di atas Sofa Agus dan isteriku seperti membentuk angka 69. Resty ada di bawah sambil mengulum kemaluan Agus, sementara Agus menjilati kemaluan Resty. Napas kami berempat saling berkejaran, seolah-olah melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Bunyi Music yang entah sudah beberapa lagu seolah menambah semangat kami. Kini tiga jari kumasukkan ke dalam kemaluan Rini, dia melenguh hebat hingga kemaluanku terlepas dari

mulutnya. Gantian aku sekarang yang menciumi kemaluannya. Kepalaku seperti terjepit di antara kedua belah pahanya yang mulus. Kujulurkan lidahku sepanjang-panjangnya dan kumasukkan ke dalam kemaluannya sambil kupermainkan di dalamnya. Aroma dan rasanya semakin memuncakkan nafsuku. Sekarang Rini terengah-engah dan kemudian menjerit tertahan meminta supaya aku segera memasukkan kemaluanku ke lubangnya. Cepat-cepat

kurengkuh kedua pahanya dan menariknya ke bibir meja, kutekuk lututnya dan kubuka pahanya lebar-lebar supaya aku dapat memasukkan kemaluanku sambil berjongkok. Perlahan-lahan kuarahkan senjataku menuju lubang milik Rini. Ketika kepala kemaluanku memasuki lubang itu, Rini mendesis, “Ssshh.., aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas, masukkan lagi akhh..!” Dengan pasti kumasukkan lebih dalam sambil sesekali menarik sedikit dan mendorongnya lagi. Ada kenikmatan luar biasa yang kurasakan ketika aku melakukannya. Mungkin karena selama ini aku hanya

melakukannya dengan isteriku, kali ini ada sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Tanganku sekarang sudah meremas payudara Rini dengan lembut sambil mengusapnya. Mulut Rini pun seperti megap-megap kenikmatan, segera kulumat bibir itu hingga Rini nyaris tidak dapat bernapas, kutindih dan kudekap sekuat-kuatnya hingga Rini berontak. Pelukanku semakin kuperketat, seolah-olah tidak akan lepas lagi. Keringat sudah membasahi seluruh tubuh kami. Agus dan isteriku tidak kuperhatikan lagi. Yang kurasakan sekarang adalah sebuah petualangan.

yang belum pernah kulalui sebelumnya. Pantatku masih naik turun di antara kedua paha Rini. Luar biasa kemaluan Rini ini, seperti ada penyedot saja di dalamnya. Kemaluanku seolah tertarik ke dalam. Dinding-dindingnya seperti lingkaran magnet saja. Mata Rini merem melek menikmati permainan ini. Erangannya tidak pernah putus, sementara helaan napasnya memburu terengah-engah.Posisi sekarang berubah, Rini sekarang membungkuk menghadap meja sambil memegang kedua sisi meja yang tadi tempat dia berbaring, sementara saya dari

belakangnya dengan berdiri memasukkan kemaluanku. Hal ini cukup sulit, karena selain ukuran kemaluanku lumayan besar, lubang kemaluan Rini juga semakin ketat karena membungkuk. Kukangkangkan kaki Rini dengan cara melebarkan jarak antara kedua kakinya. Perlahan kucoba memasukkan senjataku. Kali ini berhasil, tapi Rini melenguh nyaring, perlahan-lahan kudorong kemaluanku sambil sesekali menariknya. Lubangnya terasa sempit sekali. Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan milik Rini membasahi lubang dan kemaluanku hingga terasa nikmat

sekarang. Kembali kudorong senjataku dan kutarik sedikit. Goyanganku semakin lincah, pantatku maju mundur beraturan. Sepertinya Rini pun menikmati gaya ini. Buah dada Rini bergoyang-goyang juga maju-mundur mengikuti irama yang berasal dari pantatku. Kuremas buah dada itu, kulihat Rini sudah tidak kuasa menahan sesuatu yang tidak kumengerti apa itu. Erangannya semakin panjang. Kecepatan pun kutambah, goyangan pinggul Rini semakin kuat. Tubuhku terasa semakin panas. Ada sesuatu yang terdorong dari dalam yang tidak kuasa aku menahannya.

Sepertinya menjalar menuju kemaluanku. Aku masih berusaha menahannya. Segera aku mencabut kemaluanku dan membopong tubuh Rini ke tempat yang lebih luas dan menyuruh Rini telentang di bentangan karpet. Secepatnya aku menindihnya sambil menekuk kedua kakinya sampai kedua ujung lututnya menempel ke perut, sehingga kini tampak kemaluan Rini menyembul mendongak ke atas menantangku. Segera kumasukkan senjataku kembali ke dalam lubang kemaluan Rini. Pantatku kembali naik turun berirama, tapi kali ini lebih kencang seperti akan mencapai finis saja.

Suara yang terdengar dari mulut Rini semakin tidak karuan, seolah menikmati setiap sesuatu yang kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini memelukku sekuat-kuatnya. Goyanganku pun semakin menjadi. Aku pun berteriak sejadinya, terasa ada sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini menggigit leherku sekuat-kuatnya, segera

kurebut bibirnya dan menggigitnya sekuatnya, Rini menjerit kesakitan sambil bergetar hebat. Mulutku terasa asin, ternyata bibir Rini berdarah, tapi seolah kami tidak memperdulikannya, kami seolah terikat kuat dan berguling-guling di lantai. Di atas sofa Agus dan isteriku ternyata juga sudah mencapai puncaknya. Kulihat Resty tersenyum puas.Sementara Rini tidak mau melepaskan kemaluanku dari dalam kemaluannya, kedua ujung tumit kakinya masih menekan kedua pantatku. Tidak kusadari seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku masuk ke liang milik

Rini. Kulihat Rini tidak memperdulikannya. Perlahan-lahan otot-ototku mengendur, dan akhirnya kemaluanku terlepas dari kemaluan Rini. Rini tersenyum puas, walau kelelahan aku pun merasakan kenikmatan tiada tara. Resty juga tersenyum, hanya nampak malu-malu. Kemudian memunguti pakaiannya dan menuju kamar mandi. Hingga saat ini peristiwa itu masih jelas dalam ingatanku. Agus dan Rini sekarang sudah pindah dan kembali ke Jakarta.

Sesekali kami masih berhubungan lewat telepon. Mungkin aku tidak akan pernah melupakan peristiwa itu. Pernah suatu waktu Rini berkunjung ke rumah kami, kebetulan aku tidak ada di rumah. Dia hanya ketemu dengan isteriku. Seandainya saja.
Read More »»  

Jumat, 03 Juli 2020

Cerita Dewasa Disaat rumah sepi

Cerita Seks - Kisah ini terjadi dalam kehidupan saya sehari-hari dan berlangsung sampai saat ini. Katakanlah ini kisah nyata, walau tempat, hari dan tanggal, nama serta isi cerita sedikit berbeda dengan kenyataannya.

Saya Robby, pria berusia 34 tahun (saat ini), seorang pengusaha yang berkantor di Bandung, usaha saya berjalan dengan baik dan tidak terkena imbas krisis moneter. Wajah dan perawakan saya tergolong keren, tinggi besar, dada bidang, badan atletis, dan berlibido tinggi.

Singkat cerita, yaitu empat tahun yang lalu tepatnya di usiaku 30 tahun, aku terpikat dan jatuh cinta dengan seorang janda yang telah memiliki 3 anak, yang saat ini menjadi istri pertamaku. Siska nama janda itu, usianya lebih tua dariku 8 tahun, keturunan Sunda Belanda. Walau lebih tua dariku namun bila disandingkan dengan wanita seusiaku penampilannya tidak kalah, bahkan sulit untuk dibedakan mana yang tua dan mana yang lebih muda.


Saat ini ketiga anaknya yaitu anakku juga (anak tiri), yang paling besar Mona, mahasiswa semester 4 di PTS swasta, adiknya Mira kuliah di Akademi sekretaris, semester satu, dan yang paling kecil Mia masih duduk di kelas 3 SMU. Ketiganya sangat dekat denganku, manja dan cantik-cantik, putih dan segar, karena mereka tergolong anak-anak yang rajin merawat tubuh seperti mamanya.

Satu tahun belakangan ini aku sering memperhatikan pertumbuhan dan perubahan tubuh mereka, mulai dari kulitnya sampai dengan buah dada mereka yang ranum. Dan sejak itu pula sering tersirat di benakku untuk menikmati tubuh yang indah-indah itu. Sudah pasti cara menikmatinya yaitu dengan memandangi, memegang, menjilati dan merasakan sentuhan batang kelaminku di semua kulitnya.

Kalau keinginan memandang sudah sering kudapati, seperti kalau sedang duduk bersama satu keluarga atau kalau sedang bercanda, sering kulihat pangkal paha mereka, bahkan pemandangan sekilas tubuh mereka tanpa busana pun pernah kulihat, tapi itu kan hanya sekilas, sedangkan kenikmatan yang kuinginkan adalah memandanginya tanpa putus. Pokoknya aku ingin merasakan ketiganya, gilakan... Itu semua memang ketiganya sangat menggairahkan birahi kelaki-lakianku.

Kesempatan pertama tiba juga, yaitu pada waktu acara perkawinan emas mertuaku di Cimahi, semuanya kami diundang untuk pesta acara tersebut, pesta diadakan satu malam suntuk dimulai dari jam 7 malam. Waktu itu aku tidak dapat hadir lebih awal, karena harus bertemu tamu bisnisku dari Eropa, sehingga kuputuskan untuk menyusul saja.

Sekitar pukul 6 sore, Siska istriku menghubungiku di HP, pesannya bahwa sebelum berangkat aku mampir ke rumah dulu untuk jemput Mia, karena Mia juga pulangnya telat karena ada pertandingan basket di Sekolahannya. Sedangkan istriku berangkat terlebih dahulu dengan Mona dan Mira kakaknya Mia.

Jam 7.40 malam aku tiba di rumah, mobil kuparkir di halaman, tidak langsung kumasukkan ke garasi, karena memang aku akan keluar lagi.

"Non Mia sudah pulang mang Udin..?" tanyaku kepada pembantu rumah kami.

"Sudah Tuan, barusan saja..," jawab Mang Udin singkat sambil menutup pintu mobil.

Aku langsung berjalan menuju teras rumah dan ruang tamu. Setibanya di ruang tamu kutemui Mia sedang berbaring di sofa sambil memijit-mijit bahu kanannya.

Mia berbaring telentang dengan pakaian basket yang seksi, celana strite basketnya yang ketat membentuk bayangan gundukan di antara pangkal paha yang putih itu, dan kaos basket yang basah lusuh juga membentuk dua buah dadanya mumbul ke atas. Posisinya yang telentang membuatku terperanjat dan menghentikan langkahku.

"Mia.., kok kamu belum rapi sayang..?" sapaku halus penuh dengan kemanjaan.

Yang satu ini memang lain, maklum yang paling kecil jadi sangat manja denganku. Dia sering berlendotan denganku, bahkan tidak perduli bila pada saat bercanda, buah dadanya sering tersentuh dengan tanganku, sebaliknya tanggannya secara tidak sengaja kadang menyentuh kejantananku.

"Ayo buruan, nanti kita telat sayang.." lanjutku sambil berlalu menuju ke kamar.

"Mia tidak ikutan aja ya.. Pa..," jawabnyanya manja pula.

Langkahku terhenti dan berbalik ke arahnya yang sudah tidak terlihat karena terhalang sandaran sofa.

"Memangnya kamu kenapa sayang..?"

Kutanya dan kuhampiri anak tiriku itu sambil berlutut di samping wajahnya di depan sofa dengan kedua siku tangganku kuletakkan di busa dudukan sofa, dan kedua telapak tanganku menopang dagu, persis seperti orang sedang melamun. Pada posisi ini wajahku dengan gundukan dadanya sangat dekat, lebih kurang satu jengkal, sedang dengan wajahnya lebih kurang dua jengkal. Aroma keringat bercampur wangi parfumnya bercampur membangkitkan nafsuku.

"Kenapa.., kamu kecapean..?" tanyaku lagi dengan pelan, sambil mengusap rambutnya dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku tetap menompang pada dagu.

"Ini Pa.., bahu Mia keseleo, tadi terjatuh pada saat bertanding..," lapornya sambil memiringkan badannya ke kiri menghadapku, yang maksudnya ingin menunjukkan bahu yang sakit itu. Tanganku yang kiri yang sedang menompang dagu menempel rapat dengan kedua dadanya pada saat Mia memiringkan badan tadi. Jantungku langsung berdebar, dan batang kemaluanku terasa perlahan bergerak membesar.

Kubiarkan terus tangan kiriku menempel sambil kuperiksa bahu kanan yang katanya sakit tadi dengan tangan kananku membuka sedikit lingkaran t-shirt Mia. Terlihat jelas di depan mataku bulu roma yang halus di sekitar lehernya dan pundak yang putih mulus, kupijit-pijit halus sambil kuelus lembut bahunya. Hatiku berkata tercapai sedikit keinginanku.

"Ah.., ini tidak terlalu parah sayang..,"

"Tapi sakit Pa..," jawabnya cepat.

"Bukannya ini alasan kamu saja untuk tidak ke pesta Oma.." sanggahku, "Kamu jangan bohong, Papa kan tahu, Papa ini guru karate.."

"Benar Pa.., sakit.." jawabnya meyakinkan.

Pembicaraan singkat ini berlangsung terus sambil tanggan kananku memijat lembut bahunya, dan sekali-sekali mengelus sampai ke punggungnya. Tidak ketinggalan beberapa kali kuciumi pipi kanannya. Soal ciuman pipi sudah tradisi di keluargaku, tapi ciuman ini aku bedakan, ciuman kudekatkan ke telinganya, sehingga terkadang Mia terasa geli. Batang kemaluanku sudah semakin mengeras, pikiranku semakin ngeres, dan kuputuskan kesempatan ini untuk tidak kusia-siakan mencapai keinginanku. Mumpung di rumah tidak ada siapa-siapa, jarang suasana ini terjadi.

"Ayo sudah, sekarang sudah sembuh, cepat salin sana.." tegasku dengan gaya kebapakan sambil kucium pipinya.

Aku bangun dan beranjak ke kamar, seolah tanpa memperdulikannya. Kutahu Mia masih tiduran di Sofa sambil malas-malasan. Sambil menuju kamar, kususun rencana jitu untuk menikmati tubuh Mia. Sambil jalan menuju kamar melewati meja telepon, kucabut kabelnya, agar saat aku bereaksi nanti tidak terganggu dengan dering telepon.

Setibanya di kamar, aku langsung melepas baju kerjaku, tidak lupa kaos dalam dan CD-ku. Sekelibat kusambar kimono yang tergantung di belakang pintu kamar, kubalut tubuhku yang ateletis ini dengan kimono, sehingga saat aku bereaksi nanti sudah tidak merepotkan lagi. Segera kumulai niatku dengan memanggil Mia yang masih di sofa tamu.

"Mia.., sini Papa benerin ototmu yang keseleo.." panggilku.

"Kamu tidak boleh tidak datang di acara Oma.." kutegaskan tanpa menunggu jawaban dari luar kamar.

Kudengar suara langkah diseret dari arah ruang tamu, sudah pasti itu Mia, dan kuberkata dalam hati, "Tehnik pertama berhasil, yaitu membawa Mia masuk ke dalam kamar."

Kudengar suara pintu terbuka, aku pura-pura tidak memperhatikan siapa yang masuk dan sudah pasti Mia, dan aku pura-pura sibuk dengan mencari baju di lemari pakaian. Mia masuk dan duduk di tepi ranjangku, dan segera tidur telentang sambil kedua kakinya masih menyentuh lantai. Aku dapat melihatnya dari kaca lemari pakaianku. Keadaan ini hapir membuatku tidak sabar dan gegabah memainkan peranku.

Langkahku mantap bergerak ke sebelah lemari pakaian menuju meja hias yang di atasnya terdapat tumpukan perlengkapan make-up istriku. Kusambar hand body yang ada di situ, dan berbalik menuju ke tempat tidur yang di situ Mia masih terbaring telentang menantang. Kudekati gadis mungil dan montok ini, sambil mengeplak samping pantatnya kuperintahkan dia naik tengah tempat tidur.

"Sekarang Mia duduk bersila.." perintahku lembut.

Dia menuruti perintahku dengan malas-malasan bangun dari telentang dan naik ke tengah tempat tidur, duduk bersila menghadap ke dinding kamar mandi yang ada di sisi kanan tempat tidurku. Aku duduk berlutut tepat di belakangnya, dan kutarik ujung t-shirt-nya dengan kedua tanganku ke atas perlahan-lahan dengan maksud ingin membukanya.

Sesampainya di kedua ketiak Mia, tiba-tiba ia berkata sambil mengepit ketiaknya.

"Kok dibuka Pa..?"

"Lah ia dong sayang.., kalau tidak bagaimana Papa mengurutnya..?" jawabku.

"Kalau Mia malu, tutupi saja bagian depan tubuh Mia dengan t-shirt.."

Tanpa menunggu jawaban Mia, kuteruskan rencana kedua ini, dan ternyata dia tidak menolak seperti sebelumnya tadi. Benar t-shirtnya ditutupi ke bagian depan tubuhnya, dengan kedua tangannya menempel ke atas payudaranya menahan t-shirt. Terlihat jelas punggung yang mulus, putih tanpa sedikit bercak pun, beberapa detik kuperhatikan dan selanjutnya kuberkata.

"Sebentar Papa matikan lampu, biar Mia tidak malu.."

Aku langsung saja melompat ke arah saklar lampu, "Tik..!, lampu kamar mati, yang tinggal hanya lampu ranjang kiri dan kanan, serta lampu meja hias. Sengaja aku lakukan ini untuk membuat suasana romantis. Aku kembali lagi ke posisi semula, yaitu berlutut di belakangnya. Aku mulai dengan mengurut pundaknya. Kuoleskan hand body yang memang sudah kupersiapkan. Kulakukan pijatan sebagaimana mestinya, aku sedikit mengerti mengurut orang keseleo, karena dulu kupelajari pada saat aku belajar ilmu bela diri.

Pijatanku membuat Mia terkadang meringsis dan mengeluarkan suara rintih kesakitan. Otot-otot pundak sudah selesai aku benarkan, sekarang aku beralih ke pangkal tanggannya, kubenarkan otot yang keseleo, tangan kananku mengurut pangkal lengan yang atas dan tangan kiriku menahan dada atasnya tepat di atas buah dada yang menonjol. Posisiku sudah agak tegak, dan karena aku harus menarik ototnya dari mulai dada atas, maka terpaksa tangan Mia yang kanan sedari tadi memegang t-shirt terpaksa dilepas. Terlihat gundukan buah kanannya menonjol dari balik BH yang berukuran 32.

Kemaluanku berdiri semakin keras di balik kimono, dan melongok keluar di antara belahan kimono yang kupakai hampir menyentuh punggung belakang Mia. Mataku terus memperhatikan gundukan buah dada Mia, daya kontrolku hampir hilang dikarenakan nafsu yang sudah mulai bergolak. Untung saja aku tersadar dengan rintihan suara Mia yang kesakitan.

"Aduh Pa.., sakit..!" rintihnya.

"Pelan-pelan dong Pa..." pintanya lagi.

Aku terkejut dengan suara tadi, dan langsung kunetralisir.

"Kalau mau tidak sakit, itu namanya dielus-elus bukan diurut.." sanggahku, "Nanti kalau Mia mau setelah semua otot yang keseleo bener, baru Oapa elus-elus.." kataku lagi.

"Idih Papa jorok..," sambutnya malu.

Aku teruskan mengurut bagian pangkal tangannya, sekarang melingkar ke pergelangan pangkal tangannya, dan dengan gaya professional, kusisipkan telapak tangan kananku di bawah ketiak kanan Mia, sambil sebentar-sebentar menyentuh samping atas buah dadanya yang kanan juga. Bagian tangan sudah cukup kurasa karena sedari tadi sambil kuurut sambil menyentuh bagian atas buah dada anak tiriku ini. Dia diam saja tanpa komentar apapun, dan yang kutahu dia merasakan sedikit kenikmatan.

Gerakanku berpindah ke leher belakangnya dengan kedua telapak tangan kuurut dari atas menuju ke dua pundak atasnya dengan lembut. Gerakan ini berlangsung 5 menit. Tanpa ada protes dari Mia, suasana hening masing-masing dari kami menikmati apa yang terjadi, yang jelas aku terus mengatur siasat dengan jitu, tapi yang kutahu Mia diam sambil memejamkan mata. Pijitan lembutku sekarang kupindahkan ke bagian punggung belakang Mia. Perlahan kubuka pengait tali BH-nya yang melintang di punggung. Tidak ada reaksi menolak, misi berjalan dengan sempurna.

Kutelusuri kedua telapak tangan ini dari atas sampai ke panggal pinggangnya berulang kali, terkadang dari atas ke bawah. Sedikit demi sedikit posisi telapak tangan kurubah seperti seolah-olah aku sedang memegang sebuah benda bulat dengan kedua jempol tanganku berada di punggungnya, dan keempat jari kanan dan kiriku berada di samping tulang rusuk Mia. Sesekali kusentuh bagian samping buah dadanya secara bergantian antara yang kiri dan yang kanan, terasa masih sangat kencang dan mumbul. Posisi dudukku sekarang sudah agak merendah, tidak lagi tegak seperti tadi. Kuberanikan diri sekarang menyentuh hampir seluruh bagian samping buah dada Mia dengan pelan dan lembut, tidak ada sanggahan, Mia semakin menikmati.

Suasana remang dan hening yang terdengar hanya suara motor fan AC yang sejuk menambah kenikmatan Mia. Kalau diperhatikan oleh yang professional, kegiatan sekarang bukanlah kegiatan mengurut yang keseleo, tapi kegiatan mengelus sebagaimana yang kujanjikan pada Mia tadi. Kegiatan telapak tanganku sekarang sudah mulai berani menyentuh semua bagian samping buah dada Mia yang memang bagian depannya masih tertutup oleh BH yang baru telepas pengait bagian belakang, sedangkan kedua tali yang di pundak masih menempel.

Perlahan kunaikkan keempat ujung jariku ke bagian atas buah dada yang ranum itu, kedua tangganku masuk di antara kedua tangan Mia, dan jari-jariku, kiri dan kanan tidak termasuk jempol, masuk menelusuri bawah tali BH. Mia diam seribu bahasa, tanpa berkomentar dan bersuara, namun satu reaksi yang menggembirakanku yang membuktikan misiku berjalan mulus ialah, posisi duduk Mia tidak bersila lagi, perlahan digerakkan kakinya lurus ke depan dan saling bertindih, itu pertanda Mia sudah mulai terangsang.

Dengan posisi tadi tentu saja ketahanan tubuhnya tidak ada, sehingga secara tidak sadar Mia telah bersandar di dadaku. Untung saja posisiku masih berlutut, sehingga si batang ganas yang sudah mengamuk ini tidak menyentuh punggung Mia yang sedari tadi tidak berbusana. Kepala Mia sekarang bersandar di dada atasku, mata terpejam, bibirnya yang merah tertutup rapat, kedua tanggannya lunglai di samping. Entah apa yang sedang dipikirkannya, apakah menikmati permainan jariku di sekeliling buah dadanya atau tertidur karena kelelahan bertanding basket tadi. Aku tidak perduli semua itu.

Sementara Mia bersandar di dadaku, jariku terus bermain di sekeliling buah dada Mia, sambil kuperhatikan gundukan kemaluan Mia yang masih tertutup celana karet ketat, dan kuberpikir bahwa sebentar lagi aku akan menjilatinya. Bim Sala Bim, kuberanikan sekarang kedua telapak tanganku menelusuri ke dalam penutup BH Mia. Perlahan ujung jariku menyentuh samping puting susu Mia, dan tidak ada masalah, semua berjalan mulus. Dengan lembut kujalankan telapak tanganku menutupi kedua buah dada Mia dari belakang, buah dadanya yang kiri kututupi dengan telapak tanganku yang kiri, dan yang kanan dengan telapak tanganku yang kanan, posisiku seolah-olah sedang memeluk dari belakang.

Jantungku semakin berdebar, hanya baru dapat kubayangkan bahwa besarnya buah dada Mia sebesar telapak tanganku, keras dan menempel tegak karena memang masih tertutup BH-nya. Tidak ada penolakan ,dan aku semakin bergairah, perlahan kutempelkan pipiku di pipinya, lembut kucium pipinya, ujung atas daun telinganya, dan jari telunjukku sekarang sudah mulai bermain dengan kedua putting susu Mia.

Kulihat kakinya makin mengejang, sehingga dapat kupastikan dia tidak tertidur tapi sedang menikmati permainanku. Kulihat juga sekali-sekali Mia menggigit bibir bawahnya nan merah itu. Ingin rasanya aku melumatnya. Tapi nantilah ada masanya. Perlahan tangan kiriku keluar dari sarung BH Mia yang sedari tadi asyik bermain dengan puting susu kiri Mia, sementara jari kiriku masih tetap asyik dengan puting kanan Mia. Tugas tangan kiriku sekarang ialah melorotkan tali BH yang sebelah kiri, dan sekarang telah jatuh ke bawah, tugasnya selesai dan kembali lagi dengan permainan puting susu tadi, tapi tidak lagi masuk melalui bawah ketek Mia, datangnya sekarang dari arah atas.

Bergantian tugas dengan tangan kiri, si tangan kananku juga melakukan tugas yang sama dan kembali lagi dengan kegiatan semula, yaitu bermain dengan puting susu Mia persis seperti yang kiri, yakni dari atas. Lebih leluasa lagi aku bereaksi, dengan lembut kuturunkan semua penutup BH Mia dari atas ke bawah, seolah-olah takut Mia terbangun. Dan setelah BH Mia terlepas dari posisinya, terlihat jelas buah dada yang masih muda, ranum, keras dan menonjol ke depan dengan puting susu yang asyik kumainkan tadi, rupanya kecil berwarna merah dan sangat menggairahkan.

Kuelus-elus lembut sambil kucium leher Mia, dan dia hanya bersuara, "Ahk.., ahk.." sambil mengencangkan lipatan kakinya. Kupindahkan kedua telapak tanganku ke bagian belakang pundak Mia dan kutahan serta kubimbing pelan-pelan Mia untuk berbaring telentang. Kuperhatikan Mia masih terpejam dengan posisi telentang saat ini. Sementara posisiku masih di belakangnya, atau berada di ujung kepalanya. Cerita Dewasa Terbaru

Indah sekali tubuh ini gumamku dalam hati, dada mumbul, pinggang kecil dan vagina membukit. Tanganku masih bermain di sekeliling buah dada Mia. Kubungkukkan badanku dengan mendekati wajahku ke buah dada Mia, sehingga posisi perutku tepat berada di atas wajah Mia yang sedang memejamkan mata tadi, akau masih mengenakan kimono. Kutempelkan wajah ke buah dada Mia yang kiri dan kanan bergantian. Dan kukecup di antara kedua belah dada Mia, lembut kugerakkan ke arah puting kiri, lidahku menjulur dan berputar-putar, bergantian dengan puting sebelah kanan.

Mia mulai bersuara lagi seperti tadi mengerang nikmat, tapi hanya sekali. Tidak kusangka Mia benar-benar menikmati. Entah obsesi apa yang membuat dia begini, yang pasti aku berhasil menikmati tubuh yang sudah lama kuangan-angankan. Ciuman demi ciuman kulakukan terus di kedua buah dada Mia, rasanya tidak puas-puasnya. Batang kemaluanku sudah menonjol keluar di antara komonoku, keras dan besar, karena posisiku di atas Mia dengan berlawanan arah maka tidak terlihat oleh Mia batang yang sedari tadi mengintip keluar.

Sambil tetap menciumi dada yang mumbul itu, tanganku mulai meluncur ke bagian bawah tubuh Mia, lembut kutempelkan di atas gundukan vagina yang sedang dijepit kedua paha yang berlipat sedari tadi. Sedikit demi sedikit kumiringkan telapak tanganku memasuki jepitan paha Mia. Dia sedikit berontak, tapi diam lagi, ahk.., mungkin kaget kurasa. Terasa jepitan pahanya mulai mengendor, dan perlahan kaki Mia mulai merenggang, dan dengan bantuan kedua tanganku, kulebarkan belahan kakinya.

Kini jari-jariku leluasa bermain di atas gundukan yang masih terbalut celana karet ketat ini. Jari tengah kanan kugosok naik turun di antara belahan vagina Mia. Suaranya sekarang mulai banyak terdengar, sudah tentu suara mengerang, nafasnya juga sudah mulai tidak beraturan, ini dapat kudengar dari hembusan udara yang keluar dari hidungnya menerpa daguku.

Tanganku kutarik ke atas perut Mia, perlahan kedua tanganku masuk ke dalam celananya. Dan sekarang sudah kurasakan bulu-bulu lembut yang tumbuh di atas gundukan tadi. Kuteruskan gerakan tanganku, tapi tidak langsung menuju vagina Mia. Kuarahkan sedikit ke samping di antara kedua pangkal pahanya sambil sedikit-sedikit menyentuh bibir vagina yang masih keras itu. Kupindahkan telapak tanganku menutupi vaginanya, dan kutarik ke atas sedikit, sehingga jari tengah tanganku berada pas di belahan vagina Mia.

Dia tersentak dan berkata, "Pa..,"

Selanjutnya diam, aku terus bermain dengan jariku sambil mencium buah dadanya.

Kesabaranku hilang. Kukeluarkan tanganku dari celana Mia, dan dengan lembut kuturunkan celana berikut CD Mia sekaligus ke bawah, namun baru sampai di posisi dengkul Mia berontak dan menekuk kakinya seraya berkata, "Papa.., Jangan Pa.., Sudah Pa..," pintanya merintih.

Aku tidak menjawab, tanganku masih memegang celana dan CD-nya, tapi gerakanku berhenti, tidak memaksa untuk melepaskan celananya.

Aku tidak kehabisan akal, dengan cepat kupindahkan ciumanku yang dari tadi di buah dada montok dan keras itu menuju ke sela-sela paha Mia. Dengan sangat terlatih lidahku sudah menyentuh klistoris Mia. Dan dia merintih lagi dengan memanggilku.

"Pa.., Mia..," suaranya terhenti entah kenapa, yang pasti merasa nikmat dengan permainan lidahku yang sudah pakar ini, terbukti kakinya yang sedari tadi ditekuk sekarang sudah lurus lagi.

Sambil bermain dengan lidah di bibir vagina Mia, kedua tanganku meneruskan melepas celana dan CD Mia, terlepas sudah.

Kusadari sekarang apa penyebab sapaan Mia barusan tadi terhenti, rupanya kemaluanku sedang menonjol berdiri tepat di atas wajah Mia, yang posisinya telentang di bawahku. Posisi kami sebagaiman yang sering disebut orang dengan posisi 69. Kulihat Mia melototi kejantananku. Aku terus bermain dengan vagina Mia, vaginanya sudah basah dan wangi, dan asin rasanya. Kujilati sepuas-puasnya, dan kuraih tangan kanan Mia, kubimbing menuju ke batang kemaluanku, kutempelkan telapak tangannya, kutuntun untuk memegang, dia menurut saja, tapi hanya memegang dan tidak lama kemudian dilepaskannya.

Kulihat Mia mulai menggerakkan pinggangnya ke kiri dan ke kanan, didorong-dorong ke atas merapatkan ke bibirku. Dan mendesah, "Eehk.., Ahk.., ahk..,"

Keadaan ini tidak kusia-siakan, aku langsung berpindah posisi sambil melepas kimonoku, berputar searah dengan posisi Mia, dan secepat kilat juga aku sudah berada di atas Mia, namun tidak menindih tubuhnya dengan tubuhku yang besar dan berat ini.

Bagian yang belum kunikmati dari tadi ialah mencicipi bibir yang merah dan mungil kecil ini, dan langsung saja bibirku mengulum bibir Mia. Dia menyambut dengan nafsu, tidak kusangka kudapatkan semua dengan sempurna. Sambil berciuman, aku rapatkan zakarku yang sudah mengeras dari tadi ke bibir vagina yang masih rapat dan kecang itu. Sulit aku menemukan lubang vagina Mia, apa karena masih rapat atau karena beda panjang badan yang mencolok, kalau berdiri tinggi Mia memang setinggi pundakku.

Sambil menekan-nekan posisi badanku, sekarang sudah menekuk, tidak lagi mencium Mia, tapi tidak kusia-siakan yang ada di depanku, yakni kucium buah dadanya lagi. Mia merintih, kali ini rintihannya benar menahan sakit, padahal batangku belum menembus ke dalam, baru kepala batangku berada di bibir luar vagina Mia, tapi dia sudah merintih.

"Papa.., sakit Pa.." rintihnya.

"Aduh Sakit Pa.." ulangnya.

"Ahk.., u.. hk.."

"Papa.. sakit..!" teriaknya.

Aku tersentak karena teriakannya, Mia berteriak sakit, tapi aku belum memasukkan batang kemaluanku sedikit pun, baru hanya menyentuh bagian luarnya. Akhirnya aku berpikir bahwa kalau kupaksakan untuk menusuk semua batang zakarku yang panjang 17 cm, dan berdia meter 5 cm ini, akan berakibat fatal, yakni Mia bisa jadi tidak ikut ke pesta atau datang ke pesta dengan jalan terjingkat-jingkat. Aku putuskan bermain dengan menggesekkan batangku di bibir vagina yang tembam itu. Aku berhenti sejenak, dan bertanya pada Mia.

"Apa kamu merasakan nikmat Nak..?" tanyaku lembut sambil mengelus keningnya.

"Ia Pa.., tapi ada sakitnya.." jawab Mia lugu.

"Kamu pernah seperti ini Sayang..?" tanyaku lagi.

"Belum Pa.., Ciuman aja baru sama Papa tadi ini..." katanya lugu.

"Benar kamu belum pernah ciuman..?"

"Benar Pa.. sumpah..."

Kalau soal di luar ciuman aku percaya dia belum pernah, karena dari tadi sejak aku mulai mengelus buah dadanya sampai menciumi dan bahkan menekan zakarku ke vaginannya, dia kaku tanpa mengibangi, hanya pinggulnya yang bergerak, itu pun dikarenakan naluri kewanitaannya.

Percakapan aku sambung lagi sambil tetap berpelukan tanpa busana dengan posisi aku masih di atas, dan batang besarku tetap kutempelkankan pada vagina Mia. Memang kuraskan mulai agak mengendur.

"Kamu pasti belum puas..?" kataku.

"Maksud Papa puas itu seperti apa..?" tanyanya lugu.

"Puas itu ialah mencapai kelimaks, yang tandanya Mia merasakan seolah-olah kayak pipis, tapi tidak pipis, dan setelah itu badan Mia terasa lemas." jelasku.

"Ah.., Mia enggak ngerti ah Pa.." dia kelihatan binggung.

"Tapi Mia maukan mencoba dan merasakannya..?" tanyaku merayu.

"Emm.., mau sih Pa.., tapi tidak pakai sakit Pa.." jawabnya manja.

"Boleh deh.." jawabku singkat.

"Janji ya Pa..!" pintanya manja.

"Janji.." kataku.

"Sekarang Mia peluk Papa dan cium bibir Papa sperti tadi.."

Tanpa malu-malu lagi Mia memeluk dan menciumku dari arah bawah. Aku pun segera menyambut ciumannya dengan menjulurkan lidahku masuk ke dalam mulutnya, Mia pun langsung bermain dengan lidahnya. Sedangkan bagian bawah mulai kutempelkan, dan aku gerakkan ke kiri dan ke kanan. Naik dan turun, sehingga sedikit demi sedikit kemaluanku mulai membesar lagi. Dan sekarang sudah mengeras seperti tadi, tetap kutempelkan di vagina Mia, naik dan turun kugesekkan pada bibir tumpukan daging yang tembab itu.

Ciuman bibir kami berhenti, karena Mia sekarang lebih banyak bersuara.

"Pa.., ahk, Pa..,"

"Enak Sayang..?"

"Ia Pa."

"Sakit Sayang..?""Tidak.. ahk..! Au..,"

"Sakit Sayang..?"

"Ahk.., i.. au.. ahkkk..!"

Kuteruskan gerakanku naik dan turun sambil menekan batang kemaluanku yang sudah mengeras. Dan pelukan Mia semakin erat kurasakan.

"Apa rasanya Sayang.., enak Nak..?" tanyaku manja.

"Enggak tau Pa.., Mia rasanya mau pipis Pa.. ahk..!"

"Pa... a.., Mia mau pipis Pa..,"

"Ah.. uhk.., ahhkk.. ahhhkkk.., Papa.., Mia.. Pa.. Mia mau.. Pa.., Mau pi.."

Kuhentikan gerakanku dan kurenggangkan zakarku dari vaginanya. Dan aku merosot ke bawah menuju selangkangan Mia untuk menciumi vagina yang merah jambu ini, sambil meraih dua remote untuk menyalakan TV dan VCD, yang sudah kupersiapkan, bila misi urut mengurut gagal, maka akan kualihkan dengan misi nonton VCD Porno. Tapi VCD ini akan bermanfaat untuk Mia berlajar saat aku memintanya nanti mengulum batang ajaib ini.

"Sekarang Mia pipis sepuasnya sambil Papa cium dan Mia juga sambil nonton ya..!"

"Ia Pa.."

Aku mulai mencium bagian yang sangat sensitive, Mia mengerang dan bergerak.

"Au.., Ahhk.., ahhhkk.., Enak Pa.., he.. ahhk.., Pa terus yang itu Pa... Enak yang di situ ahhkkk.., Pa.. Mia sudah.. ahhkk.. aaakkk..

"Papa.., Mia pipis ya.., ahhkkk..,"

Aku mengangguk sambil mempercepat lumatan lidahku di vaginanya, dan tidak lupa meremas-remas buah dada yang sekal itu.

"Pa.., Mia.., Pa.. pi.. aaa.. hhh.. akkk ahhhhkkk.., Mia iii... Papa udah Pa.. ahhkkk, Mia udah pipis Pa.., uhhh..!"Benar dia sudah dapat dan mencapai orgasmenya, aku merasakan hangat di bibirku, dan badan Mia sekarang melemas sambil melipat kedua kakinya. Aku langsung naik ke atas dan berbaring di samping sisi kanan Mia. Aku cium pipinya dan kupeluk badannya yang sedang tidur telentang.Kuelus lembut buah dadanya, dia diam dan telentang tidak merasakan malu seperti tadi. Sementara batang kemaluanku masih mengeras.

TV masih menyala dengan gambar adengan porno seorang wanita bule sedang mengulum batang kemaluan pria bule. Kulihat Mia memperhatikan adengan yang ada di TV, kubimbing tangan kanan Mia menyentuh zakarku yang mengeras. Dia tidak menolak, bahkan sekarang menggenggamnya dengan keras, dan sebentar-sebentar digerakkan, aku sadar dia belum mengerti apa maksudku, sehingga kubiarkan berjalan apa adanya.

Setelah beberapa menit saling diam, sementara Mia merasakan nikmatnya pipis yang dia maksud dengan sambil menonton TV, aku juga terus memandangi tubuh yang indah ini, aku pun berkata memecahkan kesunyian.

"Sekarang kita mandi Sayang.., nanti kita terlambat ke rumah Oma.."

Dia kaget dan langsung melihat dan memelukku, dan berkata, "Terima kasih Pa.."

Aku tersenyum dan langsung menggendong tubuh mungil ini ke kamar mandi.

"Kita mandi bareng ya.., biar rapihnya cepat.." kupeluk Mia dalam gendonganku sambil kucium bibirnya, dia membalas dengan mesra.

"Lagi pula Mia kan tugasnnya belum selesai.." sambutku lagi.

"Tugas apa Pa..?" Mia bertanya sambil mengerutkan kening, dan memang dia benar-benar tidak tahu.

Sesampainya di kamar mandi, kuturunkan Mia dari gendonganku dan masih berhadapan denganku. Kukulum lagi bibirnya, dia berusaha melepas dan bertanya.

"Tugas apa Pa..?" tanyanya penasaran.

"Papa kan belum pipis seperti Mia, jadi tugas Mia bikin pipis Papa.."

Kubungkukkan badanku untuk mencium bibirnya lagi, belum puas rasanya aku menciumi semua badannya, untuk itu aku ajak dia mandi bareng.

Dia lepaskan lagi ciumanku dan bertanya, "Caranya bagaimana Pa.., apa seperti yang di film tadi..?" tanyanya lugu.

Aku tidak menjawab dengan jelas, sambil berkata aku langsung mencium bibir Mia lagi.

"Pokoknya Mia pasti bisa bikin Papa pipis.., Mia ikuti aja apa yang Papa suruh..!" tegasku.

"Tapi tidak sakit kan Pa..?" tanyanya.

"Ya.., tidak Sayang.." jawabku.

Dan langsung saja kuciumi bibirnya, sangat kunikmati, kepeluk dan kujilati lehernya sambil berdiri dan berpelukan. Kuangkat badannya dan kududukkan Mia ke atas Meja westafel yang berada di belakangnya. Kucium dengan leluasa buah dadanya di bawah sinar lampu kamar mandi yang terang menderang. Puas dengan bermain di buah dadanya dan memperhatikan dengan jelas, ciumanku pindah ke bawah perlahan, dan menuju ke arah sela-sela paha.

Bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar tumpukan daging nikmat itu kujilati dengan mesra, sesekali menyentuh bagian bibir vagina Mia, sengaja kubasahi bulunya agar tidak menutupi bagian yang sangat indah ini. Kuangkat kedua kaki Mia ke atas meja westafel yang sedang dia duduki, sehingga posisinya duduk mengangkang dengan kaki menekuk. Sekarang terlihat jelas bagian dalam vagina yang muda ini, berwarna merah, cantik, masih asli dan belum melar. Kujurkan lidahku menjilati sampai ke bagian dalam, kulihat Mia menikmatinya.

"Ahhhkk Pa.., udah Pa.., Mia kan tadi udah dapat pipisnya Pa.."

"Ia sayang, Papa hanya cium aja, Papa tidak bikin Mia pipis lagi.."

Kuhentikan ciumanku pada vagina Mia, karena kurasakan sudah cukup puas, dan aku pun merasa sudah tidak kuat lagi menahan desakan air maniku yang sedari tadi sudah mau keluar. Aku angkat turun Mia dan kucium bibirnya, dia membalas dengan mesra pula. Kupeluk rapat badannya dan sambil berputar, dimana aku yang membelakangi westafel. Kubimbing kepalanya ke bawah dan kudekatkan batang kemaluanku ke bibirnya.

"Mia.., Sekarang Mia bikin pipis Papa ya Nak..?"

Dia duduk berlutut bingung sambil memandangiku ke atas, aku tahu apa artinya itu.

"Mia ciumi itu seperti yang Mia lihat di film tadi."

"Mia isap-isap seperti Mia minum es krim.."

Tanpa berkomentar Mia pun bereaksi, awalnya memang aneh, hanya pada bagian ujung batang kemaluanku saja yang di kecup. Kubiarkan apa saja yang dia lakukan. Perlahan kurasakan dia mulai memegangi batang kemaluanku dengan kedua tangannya. Bibirnya pun mulai terbuka lebar, dan pelan masih gerakannya, tapi sudah mulai kurasakan setengah dari batangku masuk ke mulutnya.

Tidak begitu lama aku sudah merasakan kemahiran Mia seperti yang kurasakan kalau Mamanya bertugas seperti ini. Kupeganggi rambunya dan kepalanya lembut sambil menggerakkan maju mundur.

"Iya.., Sayang.., Papa hampir pipis Nak.."

"Terus..! Yang kencang Sayang... Ah.. enaknya Nak.. Mia.., aduh Sayang.., enak Nak..!"

"Pintar kamu manja.."

Terus kugerakkan kepalanya maju mundur.

"Sayang terus Sayang.., jangan berhenti..! Papa hampir.., ahhhkkk."

"Kalau Papa mau pipis Mia langsung berdiri ke samping Papa ya.. ahhmm..!""Terus Nakkk, auuu ya.., Terus cium Nak..! Sambil dihisap Nak.."

"Ya, gitu.. Ya... Ahh.., kkkk..,"

"Sudah Mi.., kesini..!"

Kutarik Mia ke samping dan kupegang tangan kanannya tetap memegang batang yang keras ini dan ajarkan untuk mengocok, ternyata dia cepat mahir, sehingga kulepas tangganku, dan dia terus menocok barangku. Kupeluk dia dari arah samping yang memang sudah berdiri di sisi kananku. Badannya agak sedikit membungkuk, karena tangan kanannya sedang mengocok barangku.

"Terus Sayang, yang cepat lagi, ahhkkk, diremas lagi Nak..!"

"Ya.. Papa dapat sekarang sayang, terus Nak.., jangan berhenti sampai Papa berhenti pipisnya, ahhkkk."

Lunglai sudah badanku lemas rasanya, kupeluk Mia dengan mesra, dan sambil kuperhatikan semburan air maniku yang mencapai satu meter itu. Pelan zakarku mengecil. Selanjunya kami pun mandi bersama saling menggosok badan tanpa ada rasa malu lagi. Mia pun tidak merasakan keseleonya yang tadi dia derita.

Selesai mandi kami pun bersalin di kamar masing-masing. Selesai berdandan aku dan Mia berangkat menuju ke rumah Omanya. Dalam perjalanan aku berpesan bahwa kejadian tadi jangan diceritakan pada siapa pun, dan kalau tidak Mia akan tidak pernah dapat pipis yang enak lagi ancamku. Dia tersenyum seolah-olah setuju.

Di pesta suasana kami berdua berjalan biasa, begitu juga sehari-hari, karena memang Mia sehari-harinya manja denganku.
Read More »»  

Selasa, 09 Juni 2020

Cerita Sex Selingkuh Dengan Kakak Ipar Karena Kesepian

judi online - Aku sungguh tak percaya perselingkuhan ini bisa terjadi antara aku, sebut saja Toni (24 tahun) dengan kakak iparku yang bernama mbak Ratna (30 tahun). Kisah ini terjadi dua tahun yang lalu ketika Mas Iwan (40 tahun) mengalami kecelakaan kerja dan koma selama 3 bulan di rumah sakit.

Dia memang bekerja sebagai pengawas bangunan di sebuah proyek pembangunan gedung bertingkat. Untuk membantu Mbak Ratna akhirnya aku selaku adiknya langsung ke Surabaya, karena memang mereka sudah menetap disana. Kedatanganku cukup membantu karena di Surabaya mereka tidak memiliki saudara, semua saudaranya termasuk aku tinggal di Kota Malang. Mbak Ratna sendiri hanya Ibu rumah tangga biasa dengan 1 orang anak yang masih kelas 3 SD.

Awalnya aku sempat canggung tinggal bersama kakak iparku itu, namun setelah sebulan bersama kami mulai akrab, aku sering mengajaknya bercanda dengan maksud agar dia bisa bahagia dan tersenyum dalam menghadpi cobaan ini. Usahaku berhasil, dia tidak lagi murung dan perlahan-lahan mulai pulih psikologisnya. Sejak saat itu dia mulai bisa terbuka dan kami tak canggung lagi untuk saling ngobrol.

Dengan Saat ngobrol santai itulah Mbak Ratna menceritakan hubungan dengan suaminya selama ini setelah itu akupun menceritakan hubunganku dengan pacarku. Dia sempat terkejut saat aku bercerita bahwa aku sering ngentoti pacarku di kamar kos, namun aku santai saja bercerita sehingga dia semakin penasaran. Dia tampak memperhatikan ceritaku dengan serius, sesekali dia bertanya bagaimana ekspresi wajah pacarku saat di entoti maupun saat mencapai orgasme.

Karena cerita itulah awal perselingkuhanku dengan Dia terjadi. Setelah aku selesai menceritakan adegan demi adegan aksiku saat ngentoti pacarku dengan berbagai posisi dan gaya kulihat wajah Mbak Ratna tampak memerah, desahan napasnya juga tak teratur, aku tahu dia mulai birahi. Semula aku hanya sekedar iseng aja mengatakan Waahhh… ko diam aja dengar ceritaku….. mbak Ratna terangsang yaa?

Dia tampak gugup menjawab pertanyaanku yang mendadak dan jadi salah tingkah. Akupun semakin menggodanya, Sudahlah mbak… kalo terangsang juga ga apa-apa ko, itu alami dan sebaiknya hasrat itu di salurkan…. he…he…. sambil tersenyum aku mengatakan itu. Dasar kamu Ton ada-ada aja, memangnya kamu tau dari mana aku lagi horni, jangan mengarang ah…. jawab mbak Ratna sambil berdiri dan melangkah menuju dapur.

Aku segera mengejarnya dan meraih tangannya. Mbak kalau aku bisa membuktikan bahwa mbak Ratna lagi horni mbak mau kasih hadiah aku apa….? Dia tersipu malu dan menjawab…terserah kamu mau minta apa aja boleh…. sambil melepaskan tanganku dia kembali menuju dapur dan mengambil segelas air, tampaknya dia kehausan karena terangsang.

Aku segera mendekatinya dari belakang dan langsung saja kusingkap roknya ke atas dan kuusapkan jari tangan kananku di celana dalamnya, gerakanku sangat cepat sehingga dia tidak sempat menghindar. Setelah itu akupun segera berucap, Maaf mbak, sepertinya aku menemukan bukti yang kuat kalau mbak lagi horni, celana dalam mbak terasa sangat basah. Dia sangat terkejut dan berkata, Ton kamu ko bisa begitu si…. ? Mbak sekarang terbuktikan tebakanku. Sekarang hadiahnya aku mau minta… Dia tampak bingung dengan pernyataanku, Ya sudah deh Toni, karena kamu sudah tau, sekarang kamu minta apa.?

Inilah kesempatanku untuk bisa ngentoti mbak Ratna, aku segera memeluk dan mencumbuinya. Dia berusaha menolak, Ton kamu mau apa…? Mbak aku ingin ngentot sama kamu sebagai hadiahnya. Gila kamu Ton… aku kan Istri kakak kamu. Sudahlah mbak santai aja… sama saja kok. Saya janji akan buat kamu puas dengan permainaku yang hot. Mbak Ratna diam saja, tampaknya dia semakin terangsang karena sejak dari tadi Memeknya terus ku obok-obok dengan jariku.

Diapun hanya pasrah saja ketika aku melucuti semua pakaiannya sehingga dalam sesaat kami sudah sama-sama bugil. Setelah itu aku langsung mengambil posisi jongkok di belakang pantatnya, dia yang kuminta menungging sambil berpegangan pada meja dapur. Dengan penuh semanat aku langsung memainkan lidahku di mulut memeknya. Itil miliknya yang tegang dan basah terus kujilati dengan sesekali kusedot bagian lubang memeknya.

Permainanku ini membuat Dia sangat terangsang sehingga dia mencapai orgasme Cret… Cretzzz cairan putih dan hangat keluar dari memeknya dan mengalir membasahi jembutnya yang hitam dan lebat. Setelah itu giliran dia yang kuminta jongkok di depanku lalu kuminta mengulum kontolku yang tegak berdiri. Dengan penuh semangat Mbak Ratna mengulum senjataku Slep…slep…. rasanya sungguh nikmat dan aku semakin tidak tahan untuk segera ngentiti dia. Segera kuminta dia kembali berdiri, namun saat akan kumasukkan kontolku ke memeknya dia menahanku. Jangan disini Ton, nggak nyaman… kita ke kamar aja yuk. Akhirnya kami melangkah kekamar sambil tanganku terus meremas pantatnya yang bahenol itu.

Cerita Sex Selingkuh Dengan Di atas kasur dia langsung melentangkan tubuhnya yang putih itu. Mbak Ratna tergolong wanita ToGe alias Toket Gede, karena ukuran nya memang suoer jumbu bahkan lima jariku saja tak cukup untuk meremasnya secara penuh. Mungkin ukurannya sekitar 36 C bahkan mungkin lebih. Setelah puas memandanginya aku segera menindihnya dari samping, kemudian sedikit kucumbui agar kami jadi hot, sesaat kemudian langsung kuentoti dia dengan posisi nungging.

Tanpa kesulitan kontolku melesat masuk ke memeknya, Blezzzz…… Slep…. dan langsung kugoyang dengan tempo cepat. Clup……Slep…..Slepppp….Cluppp… Ahhh…ah…. Ohhh rasanya sungguh nikmat. Dari kaca besar yang ada di meja rias kulihat Toket mbak Ratna berayn-ayun seperti balon yang di isi air dan di goyang-goyang selain iti kulihat dia juga mendesah dan merintih. Saat itu memang aku sengaja mengarahkan wajahnya menghadap ke cermin rias.

Dalam posisi nungging itu mbak Ratna kembali orgasme, dia meminta berhenti untuk istirahat, namun aku menolaknya, aku hanya membalikkan badanya dengan posisi terlentang. Setelah itu aku langsung kembali mengentotnya sambil kedua kakinya kutekuk kearah perutnya sehinga menempel di puting susunya yang besaer dan berwarna coklat. Dengan posisi itu aku sangat bersemangat karena aku bisa menyaksikan kontolku yang perkasa menerjang dengan semangat memek mbak Ratna yang empuk iti.  judi bola online

Clep…. Clepp…. Plakk…. Plakkk ….clepp……clepp, suara tabrakan antara pankal pahaku dengan pantatnya dan cuara yang keluar dari memek saling bersahutan sehingga sangat asik terdengar, mbak Ratna kembali terangsang dengan rintihan dan desahan yang semakin keras Akkkh….ahhh….ohhh Ton Kontolmu enak sekali…… akupun semakin bersemangat mendengar rintihan itu dan akhirnya kami sama-sama mengalami orgasme…Oh….. sayang…… Ahhh…ahhh…. memek kamu benar-benar mantap…. Crotttt…..crot… air maniku mengalir deras membanjiri memek mbak Ratna.

Permainan birahi yang dahsyat itu membuat tubuh kami sangat lemas dah lelah sehingga kami tertidur sampai sore hari. Dan sejak saat itu aku sering ngentoti mbak Ratna dengan berbagai macam variasi gaya. dia sangat bersemangat aku entoti dengan gaya yang baru dan belum pernah dia coba sehingga hubunganku dengan dia semakin hot.

Hubunganku terus berlanjut sampai akhirnya mas Iwan sadar dari koma dan di ijinkan pulang dari rumah sakit. Walaupun mas Iwan sudah di rumah tapi kami masih tetap ngentot bila ada kesempatan dan mbak ratna tidak pernah menolak. Namun setelah mas Iwan pulih dan dapat kembali bekerja aku kembali pulang le kota Malang dan meninggalkan kenangan indah itu.

Untuk mengobati rasa rinduku pada permainan mbak Ratna, sebulan sekali aku berkunjung ke Surabaya untuk menyalurkan hasratku. Hingga sekarang hubungan ini terus berlanjut. Mas Iwan maafkan atas perbuatan adikmu yang kurang ajar ini…

Read More »»  

Senin, 08 Juni 2020

Mbak Gisel Yang Montok Jago Ngesex

judi online - Halooooo… Perkenalkan namaku Shandy, adalah seorang supir dari boss pemilik berbagai perusahaan real estate di Jakarta. Malam itu, Pak Alvin boss ku, mengizinkan aku membawa kendaraannya pulang karena hujan yang cukup deras dari sore dan hari sudah semakin larut. Ditambah aku memang orang kepercayaan Pak Alvin.

Selesai ku antarkan Pak Alvin yang setengah mabuk karena bersenang-senang di klub malam, ku pacu kendaraan dengan kecepatan sedang menuju tol dari arah Pondok Indah. Waktu sudah menunjukan pukul 02:30 pagi, jalan begitu sepi karena malam dan hujan yang tak kunjung berhenti.

“Besok Jakarta pasti banjir nih, hujan seharian gini…” gumamku dalam hati.

Sekitar 100 meter setelah melewati Pondok Indah Plaza, aku melihat sebuah sedan menepi dengan kap mesin yang terbuka. Aku pun tanpa pikir panjang segera berhenti di belakang mobil tersebut, berniat untuk membantu. “Mana mungkin ada orang jahat pura-pura minta tolong jam segini ditengah hujan deras, dengan mobil yang lebih mahal dari mobil yang ku bawa malah…” Pikirku dalam hati.

Segera ku ambil payung di bagian belakang mobil, dan menghampiri si pemilik mobil yang sedang berdiri sambil memegangi payung di depan kap mobil tersebut.

“Kenapa mobilnya, pak? Ada yang bisa saya bantu?” Tanyaku ramah sambil mengerenyitkan dahi, cahaya yang redup dan hujan yang cukup deras, membuatku kesulitan melihat si pemilik mobil yang sedikit tertutup payung.

“Ini, Mas. Mogok, gak tau kenapa…” Jawabnya pelan. Aku pun kaget karena ternyata ia seorang perempuan, dari suaranya terdengar belum terlalu tua. Mungkin sekitar 30 tahunan.

“Oh, maaf mbak gak liat, kirain cowok, hehehe…” Balasku untuk memecah kekakuan. “Coba sebentar saya liat, kebetulan saya ngerti mesin kok…”

Wanita tersebut memersilahkan aku untuk menangani mobilnya. Aku pun sibuk memerhatikan dan mencari tahu masalah sampai mobil tersebut tidak mau menyala.

“Kenapa tidak telepon asuransi atau tukang derek aja, mbak?” Kataku sambil tetap berfokus pada mesin mobilnya.

“Maunya sih gitu, tapi handphone saya mati semua, Mas. Batrenya abis…” Jawabnya memelas. Suaranya sudah parau, sepertinya ia baru saja menangis.

“Kalau saya cek sih, gak ada masalah apa-apa, mbak. Saya bingung juga kalau liatnya ditempat gelap dan hujan deras gini…” Jelasku singkat. “Saya pinjamkan handphone untuk menelpon asuransi atau tukang derek saja ya, mbak. Bagaimana?” Tawarku padanya. Ia hanya mengangguk pelan.

“Makasih ya, Mas…” Ujarnya saat ku berlalu menuju mobil untuk mengambil handphone ku.

“Ini Mbak…” Kataku sambil menyerahkan handphone bututku yang bahkan tidak memiliki kamera tersebut.

Wanita tersebut meraih ponselku dan mengambil sepucuk kartu nama dari dompetnya. Aku sedikit menjauhkan diri saat ia sedang menelpon setelah aku tutup kembali kap mesinnya.

Tidak lama kemudian, “Ini mass… Terima kasih banyak ya. Aku sudah menelpon tukang derek supaya mobilku bisa diangkut ke bengkel…”

“Iya, mbak sama-sama. Mbak mau pulang kemana emangnya?”

“Ke Pondok Labu, Mas…” Jawabnya singkat. Awalnya aku ingin menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, tapi langsung ku urungkan niat tersebut karena yakin ia akan menolak, mungkin ia takut akan ku perkosa.

“Saya temani disini ya mbak sampai tukang dereknya datang. Daripada sendirian, kalau ada orang jahat, bisa repot…” Tawarku.

“Gak usah repot-repot, mas. Sudah dipinjamkan handphone saja sudah cukup kok.”

“Gapapa kok, mbak. Saya juga bawa mobil, tau lah rasanya gimana kayak mbak gini.” Balasku tenang. “Ini, ini KTP saya, kalau-kalau mbak takut saya berbuat jahat, paling gak mbak tau identitas saya…” Ujarku sambil menyodorkan KTP dari dalam dompetku.

Ia pun tersenyum, “Tidak perlu, mas. Saya tau kok mas orang baik dan tidak ada niat jahat.”

“Ya sudah kalau begitu saya temani ya.”

Wanita tersebut pun mengangguk.

“Mbak lebih baik duduk di dalam mobil, daripada kebasahan kena hujan gini…” Saranku padanya. “Saya temani disini saja.”

“Ya enggak dong, mas. Masa saya di mobil, mas di luar.”

“Kalau begitu, tunggu di mobil saya saja mbak. Biar saya hidupkan mesinnya, jadi ada AC dan lampunya. Bagaimana?”

Ia pun menyetujui ideku.

Kami berdua pun masuk ke dalam mobil. Ia duduk di kursi depan, dan aku duduk disampingnya di kursi pengemudi. Setelah lampu dalam mobil ku hidupkan, barulah ku bisa melihat dengan jelas wanita cantik yang sedang duduk disebelahku ini.

Tubuhnya cukup proporsional, dengan rambut hitam panjang sepunggung, celana jeans hitam ketat dan kaos putih yang ditutupi jaket coklat terlihat serasi dengan wajah manisnya. Hidung mancung, kulit putih dan bibir tipisnya menambah kecantikannya, apalagi saat ia sedang tersenyum.

“Mbak siapa namanya?” Tanyaku.

“Gisella, mas. Kalau mas?”

“Aku Shandy, mbak…”

“Gak usah pake mbak, Gisell aja mas..”

“Jangan pakai mas juga kalau gitu, Shandy saja…”

Ia pun tertawa kecil mendengar jawabanku.

“Kamu seperti habis menangis, kenapa sell?” Tanyaku.

Gisell terdiam sambil memandangi kaca depan mobil.

“Maaf kalau aku lancang, hanya bertanya…” Tambahku khawatir ia tersinggung dengan pertanyaanku barusan.

“Enggak kok, Shan. Aku capek aja, lagi banyak masalah, pas mau pulang eh mobil malah mogok. Bikin perasaan makin gak karuan…” Jelasnya.

“Banyak bersabar kalau gitu, mungkin emang lagi banyak cobaannya. Siapa tau besok malah banyak rejekinya.” Hiburku seadanya. Gisell pun sedikit tersenyum.

Obrolan pun mengalir, tanpa diminta Gisell pun menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Orang tuanya sedang dalam proses bercerai, pacarnya pergi meninggalkannya karena ia terlalu sibuk bekerja dan mengurus masalah ke dua orang tuanya. Gisell sendiri seorang karyawan di perusahaan tambang yang kantornya terletak di bilangan Pondok Indah. Lulusan universitas jurusan hukum.

Tidak terasa, hampir satu jam kami ngobrol kesana kemari, sampai akhirnya mobil derek datang. Gisell pun segera mengisi formulir yang diberikan, lalu masuk kembali ke dalam mobilku.

“Terima kasih banyak ya Shan sudah membantu…” Ucapnya begitu masuk ke dalam mobilku.

“Iya sama-sama, Sell. Aku antar ke rumah ya, gimana?”

“Kamu emang pulang kemana? Jangan deh, takut ngerepotin…”

“Enggak kok, kebetulan rumah ku di Cinere. Jadi searah kan sama rumahmu?”

“Oh ya? Iya deh kalau gitu, sekali lagi makasih ya. Udah ditolongin pinjem handphone, sekarang ditolongin sampe dianterin…”

“Udah, tenang aja…” Balasku.

Hari sudah semakin pagi, hujan sudah selesai berganti kabut tipis yang menutupi jalan. Tidak sampai setengah jam perjalanan, kami sudah mendekati tujuan.

“Rumah kamu dimana, Sell?” Tanyaku.

Gisell pun menunjukan arah ke rumahnya. Aku dengan teliti menyetir, selain karena mata yang sudah letih juga rasa kantuk yang semakin datang.

Tidak terlalu sulit mencari rumahnya karena terletak di pinggir jalan. Rumah besar yang mewah tersebut terlihat gelap tanpa cahaya sama sekali di dalamnya.

“Sepi banget, kamu tinggal sendiri?”

“Iya, sudah lama aku tinggal sendiri di sini. Orang tuaku tinggal di rumah yang di Kelapa Gading. Itu pun gak tau masih serumah atau udah pisah…” Jawabnya sedikit kesal. judi bola online

Aku pun tidak berani untuk banyak bertanya.

Setelah pintu gerbang yang bisa dibuka otomatis dengan remote dari dalam tas Gisell terbuka, mobilku pun ku masukan lalu parkir di depan pintu masuk rumahnya.

Rumah bergaya minimalis, dua lantai dengan cat berwarna putih terlihat suram tanpa penghuni, kebun kecil di depannya pun kurang terawat karena banyak tanaman yang mati dan layu.

“Akhirnya sampai…” Ucapku sambil menarik rem mobilku.

“Iya nih. Shan, udah hampir pagi. Kamu gak mau tidur dulu aja di rumahku? Besok pagi baru pulang. Daripada kenapa-kenapa di jalan karena ngantuk…” Tanya Gisell.

“Enggak apa apa kok, udah biasa banget nyetir jam segini, namanya juga supir hehehe…” jawabku santai. Padahal dalam hati ingin sekali aku numpang tidur di rumahnya. Sayangnya aku merasa tidak enak hati untuk menerima tawarannya.

Namun berbeda dengan Gisell, ia memaksa diriku untuk menginap. “Anggap aja aku bayar utang budi karena kamu sudah membantu aku….” Begitu kata-katanya untuk membujukku.

Aku pun luluh dan menerima tawarannya.

Gisell memersilahkan aku masuk ke dalam rumahnya. Aku merasa canggung masuk ke rumah wanita muda cantik yang baru ku kenal beberapa jam yang lalu di pinggir jalan. Namun Gisell terlihat santai dengan kehadiranku.

Gisell pun menawarkan beberapa pakaian dan celana pendek untuk ku gunakan tidur, beberapa milik Ayahnya yang ukurannya tidak jauh berbeda denganku. Gisell juga mengantarkanku ke kamar tamu yang bisa kugunakan untuk beristirahat sampai matahari terbit beberapa jam lagi.

Segera saja ku baringkan tubuhku yang aktif dari pagi kemarin. Pukul 4 pagi, ku lihat di jam dinding yang ada di atas jendela kamar. Ku coba memejamkan mataku.

Belum sempat terlelap, pintuku diketuk pelan.

Aku pun bangkit dari kasur, menuju pintu dan membukanya. Gisell berdiri di depan kamarku, mengenakan piyama tipis dengan rambut yang terikat.

“Aku gak bisa tidur…” Ucapnya manja.

“Yah, terus gimana? Mau aku temenin dulu?” Tanyaku setengah mengantuk. Gisell mengangguk sambil berjalan masuk ke dalam kamarku tanpa ku minta. Ya memang ini rumahnya, namun aku semakin canggung harus bagaimana bila ia masuk ke kamarku tanpa diminta.

Gisell pun duduk di pinggir kasurku sambil melihatku yang berjalan mendekat. Ia pun memberikan isyarat dengan lambaian tangan agar aku mendekat.

“Kenapa Sell?” Tanyaku yang masih berdiri di hadapannya.

“Aku mau kasih sesuatu…” Dengan cepat Gisell menarik turun celanaku. Aku kaget bukan kepalang.

Tangan Gisell langsung meraih penisku, dan memasukannya ke dalam mulut.

Rasa kantuk ku pun hilang, ingin ku tolak perlakuan Gisell namun aku terlanjur menikmati cerita seks nya. Aku hanya bisa merintih keenakan saat lidah Gisell menyapu batang penisku dan memaksa penisku untuk berdiri tegak.

“Ahhh Selll, kamu ini ahhhh…” Rintihku sambil meremas rambutnya. Hisapan Gisell di penisku semakin kuat.

Lahap sekali Gisell menikmati penisku. Tidak ada sedikitpun bagian yang terlewat dari hisapan dan jilatan lidahnya. Memberikan sensasi kenikmatan cerita seks tersendiri bagiku yang sudah lama tidak menyentuh wanita ini.

Setelah beberapa menit, Gisell melepaskan penisku dan berdiri menghadapku. Tanpa basa basi segera ku lumat bibir tipisnya yang sudah menggodaku dari awal bertemu. Lidah kami saling berpagutan, dera nafas Gisell semakin berat saat tanganku menelusup masuk ke dalam pakaiannya, berusaha mencari dan meremas payudaranya yang lembut dan kenyal.

“Uhhh, Shandy….” Desis cerita seks nya saat ku arahkan kecupanku ke lehernya. Ku jilati tiap senti kulitnya yang putih dan halus tersebut. Tubuhnya bergetar,

keringat mulai keluar meski udara begitu dingin karena hujan dan pendingin ruangan. Tangannya bergantian meremas rambut dan mencengkram punggungku.

Ku dorong tubuh Gisell agar terbaring di kasur. Ku tarik celana panjangnya sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna hitam. Kakinya begitu jenjang dan indah, suka sekali aku menatapnya berlama-lama.

Ku usapkan tanganku dari betis hingga ke pahanya, mengirimkan rasa geli ke seluruh tubuhnya yang semakin menegang. Rintihan-rintihan kecil menghidupkan kamar yang biasanya sepi tersebut.

Perlahan ku tarik celana dalam Gisell, kali ini terpampang jelas vagina cantik dengan bulu kemaluan yang dicukur rapih dibagian atasnya. Bibir vaginanya sudah merekah basah, klitorisnya sedikit menyumbul keluar, tanda ia sudah tidak sabar untuk dinikmati olehku.

Ku dekatkan kepalaku ke arah vaginanya. Dengan kedua jari, ku buka bibir vaginanya dan ku sapu lembut dengan lidahku. Gisell menggelinjang, tangannya menarik seprei, rintihannya berubah menjadi teriakan menahan hasrat yang begitu menggairahkan.

“Arrrgghhhh, Shandyyyyy! Terus Shannnn!”

Aku pun tidak memedulikan teriakannya. Rumahnya yang besar, hujan deras yang kembali turun, sudah pasti tidak akan ada tetangga yang mendengar teriakan nikmat cerita seks Gisell. Hal itu justru semakin meningkatkan gairahku untuk menyetubuhinya.

Kali ini ku masukan kedua jariku, perlahan ku mainkan lubang kenikmatan Gisell. Tentu saja ia semakin menggelinjang dan menikmati perlakuan cerita seks ku. Gisell pun tidak bisa menahan lagi, ia orgasme dan mengeluarkan cairan kenikmatan cerita seks dari dalam vaginanya.

“Argghh ohhhhhhh, Shandyyy aku keluarrrrr…..” Teriaknya sambil menarik rambutku.

Ku biarkan cairannya yang berwarna putih bening mengalir keluar dari dalam vaginanya, lalu ku hisap dan ku jilat habis, hanya menyisakan kenikmatan cerita seks disekujur tubuh Gisell.

Aku pun bangkit dan mendekap tubuhnya yang hangat. Gisel mengulurkan tangannya ke dalam saku piyamanya. Ternyata Gisell menyiapkan kondom untuk pertempurannya denganku. Tidak bisa kulihat jelas kondom berwarna hitam tersebut karena lampu kamar yang mati, hanya diterangi temaram lampu meja berwarna kuning.

“Sini, kupakein dulu…” Pinta Gisell, aku pun menggeser pinggulku agar penisku mendekat ke arahnya. Gisell memasangkan kondom di penisku, lalu ia mengubah posisi diatasku. Digenggamnya lembut penisku yang sudah tegang dari awal hisapan mulutnya tadi, diarahkannya ke lubang vaginanya yang masih merekah merah.

Aku hanya bisa menyaksikan sambil berusaha membuka kancing piyama Gisell satu persatu, lalu ku buka bra berwarna hitam yang menutupi payudaranya. Samar terlihat putingnya berwarna pink yang menegang kencang dan membesar.

Ku remas pelan payudaranya saat penisku merengsek masuk ke dalam vagina Gisell. Terasa hangat, licin dan kuat menghisap penisku. Begitu penisku masuk seluruhnya, Gisell mendiamkannya sesaat agar vaginanya terbiasa. Penisku memang terbilang besar dan panjang, Gisell pun merintih kecil saat mendapatkan itu di dalam vaginanya untuk pertama kali.

Selang beberapa detik, Gisell menggerakan pinggulnya ke depan dan belakang. Tangannya mencengkram perutku, kepalanya mengadah ke atas dengan mulut terbuka lebar seakan udara tak mampu mengisi otaknya yang saat ini sedang diburu nafsu birahi.

“Arrrgghhhh, enak banget sih kontol kamu, Shan. Suka bangetttt….” Desis Gisell ditengah goyangan pinggulnya.

Aku yang sibuk meremas payudaranya hanya bisa tersenyum sambil memilin kecil putingnya.

Gisell pun merubah goyangan pinggulnya, kali ini naik turun dengan frekuensi yang tidak terlalu cepat. Setiap hentakan yang mengantarkan penisku ke ujung vaginanya, menambah volume suara Gisell yang sedang dirundung nafsu.

“Arghhh, arghhhh ssssshhhhhhhh…..” Rintih Gisell.

Aku yang puas meremas payudara Gisell, memindahkan tanganku untuk meremas pantatnya yang kencang. Ku bantu mengangkat pantatnya agar genjotannya semakin cepat. Gisell mengerang kencang saat mencapai puncak kenikmatan cerita seks yang kedua kalinya.

“Arrrghh, Shandyyyyyyy aku keluarrrr Shanddddd!!!” Crot crot crot. Vagina Gisell terasa menjepit penisku semakin kuat. Gisell ambruk diatas tubuhku. Aku pun mendekapnya dengan penuh kelembutan.

Perlahan aku bangkit masih dengan mendekap Gisell. Ku rubah posisi agar aku yang diatas tanpa mencabut penisku dari dalam vaginanya.

Ku genjot lagi vagina Gisell yang hangat, dengan tanganku yang meremas payudaranya gemas.

“Aarrgggh, Shannn. Kamu kuat banget sihhh….”

“Kamu juga kenapa enak banget sih?” balasku sambil mengusap perut dan pinggangnya. Gisell memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri.

Hampir lima menit aku berada di posisi tersebut. Gisell mencapai klimaks untuk yang ketiga kalinya. Sedangkan aku? Aku pun bingung kenapa penisku ini begitu kuat menggarap vagina Gisell. Mungkin karena kemolekan tubuhnya yang membuatku bersemangat, atau kondom yang diberikan Gisell mengandung cairan pelumas yang membuatku bisa kuat bertahan selama ini? Aku tidak tahu, dan tidak ingin memikirkannya, saat ini aku hanya ingin membuat Gisell lemas tak berdaya karena nikmat yang aku berikan.

Aku memberikan sedikit waktu untuk Gisell mengumpulkan nafas dan tenaganya setelah orgasmenya yang ketiga tersebut. Ku perhatikan sejenak wanita yang terbaring tanpa busana dibawah tubuhku ini. Entah mimpi apa aku semalam bisa menikmatinya, bahkan aku belum pernah memiliki pacar secantik Gisell. Ia sendiri wanita cantik, pintar dan kaya raya yang selevel dengan putri bossku. Bisa dibilang, ia termasuk wanita yang awalnya aku kira tidak akan pernah bisa aku tiduri.

Aku meminta Gisell untuk berdiri, ku tarik tangannya perlahan, mengarahkannya ke luar kamar. Aku menuju sofa di ruang TV rumahnya. Sofa empuk berbalut kulit coklat dengan ukuran yang cukup besar untuk permainan liar kita berdua.

Aku duduk dan mengisyaratkan Gisell untuk duduk di atasku. Kali ini posisinya memunggungi diriku. Aku begitu menyukai posisi tersebut karena bisa dengan leluasa meremas pantatnya dan menyaksikan bagaimana penisku terlahap vaginanya dengan rakus.

Dengan tenaga yang tersisa, Gisell menggenjot penisku sekali lagi. Tubuhnya terlihat sangat indah saat menyatu dengan tubuhku. Ringkuhan tubuh Gisell saat menahan kenikmatan membuatku gairahku tak kunjung padam.

“Shandyyyy, enak bangetttt. Kamu kok kuat bangettt… Ohhh ssshhhhh gak keluar keluar sshhhhhh dari tadiiii…” Racau Gisell.

Aku pun membiarkan Gisell mempermainkan penisku di dalam vaginanya. Terasa kedutan kencang di dalam vaginanya yang menambah kenikmatan di penisku.

“Urrghhh, Shannnn….” Desis Gisell.

Semakin lama, penisku terasa semakin sesak karena dorongan sperma yang sudah tidak sabar untuk keluar bebas. Ku pegangi pantat Gisell dan ku kendalikan genjotannya agar semakin cepat.

Hisapan kuat vaginanya membuatku tak kuasa menahan lebih lama.
“Aku mau keluar, Selll….” Ucapku berbisik pelan.

Dan benar saja, beberapa detik kemudian penisku memuntahkan sperma berkali-kali. Membuatku lemas tak berdaya saat itu juga.

“Arrggghhh, sellll!!!” Teriakku saat orgasme sambil menarik tubuhnya dan meremas payudaranya. Rupanya Gisell pun orgasme, empat kali ia mencapai puncak, ku yakin sudah tak berdaya lagi tubuhnya.

Gisell pun menjatuhkan dirinya ke sampingku. Ku lihat kondom yang menancap di penisku sedikit menggembung karena banyaknya sperma yang keluar. Dengan perlahan ku tarik kondom agar tidak ada cairan kenikmatanku yang tumpah.

“Kamu gila…” Bisik Gisell. Kepalanya menghadap ke jendela, matanya terpejam, namun kata-kata tersebut tidak bisa ia tahan untuk tidak diutarakan.

“Baru kali ini aku main selama ini, dan seenak ini. Ganti ganti gaya pula. OK banget lah kamu…” Puji Gisell lagi. Aku hanya menoleh sebentar dan tersenyum.

Ku angkat tubuh Gisell yang lemas tak berdaya itu ke kamar ku lagi. Ku baringkan dan ku selimuti, lalu aku ikut berbaring di sampingnya.

Hari sudah terang karena matahari yang terjaga dari tidur lelapnya. Kali ini giliran kami beristirahat sambil menikmati sisa sisa kenikmatan cerita seks duniawi yang baru saja kami dapatkan bertubi-tubi.

Ku dekap tubuh Gisell, ku kecup lehernya dari belakang. Kami pun terlelap.
Read More »»  

Minggu, 07 Juni 2020

Ketahuan Ngentot Dengan Kakak Sendiri


judi bola - Namaku Asep, aku tinggal di Medan. Aku mau menceritakan pengalaman seksku di rumahku sendiri. Kejadian ini baru terjadi dua bulan yang lalu. Aku mempunyai seorang kakak, namanya Lucy. Kak Lucy orangnya cantik. Dia mempunyai tinggi badan 171 cm, kulit putih bersih, dadanya kira-kira 36 dan pantatnya sangat montok. Aku sangat terangsang jika melihatnya. Suatu hari, tepatnya malam minggu.Waktu itu mama dan papaku sedang pergi. Aku sendiri juga lagi malas di rumah. Lalu aku pergi kerumah teman kuliahku. Jadi dirumah hanya Kak Lucy sendirian yang lagi nungguin pacarnya. Tapi dasar sial temanku juga lagi keluar. Lalu untuk ngilangin suntuk aku mutar-mutar (jalan2) sendirian. Setelah puas jalan jalan aku pun pulang. Sampai di rumah kulihat ada kendaraan pacar Kak Lucy di depan rumah. “Aduh.. jagain orang pacaran nih..”, pikirku. Aku langsung masuk ke teras.
Tapi aku terkejut. Kulihat Kak Lucy sedang di entodin oleh pacarnya. Kubatalkan niat ku dan aku terus mengintip permainan mereka. Aku benar2 terangsang melihat adegan tersebut. Apalagi melihat Kak Lucy yang sedang bugil dan mendesah desah. Aku memperhatikan mereka dan mengelus-elus penisku. Terpaksa aku bersolo seks dan memuntahkannya di pot bunga. Lalu aku pergi lagi meninggalkan mereka berdua. Setengah jam kemudian aku kembali dan kulihat mereka sedang duduk mesra di ruang tengah. Kutegur mereka dan aku langsung masuk ke kamarku. Di kamar aku terus membayangkan Kak Lucy. Selang beberapa menit aku keluar kamar dan kulihat cowoknya sudah pulang. Kulihat Kak Lucy masuk ke kamarnya. Lalu aku duduk sendirian di ruang tengah. Aku benar benar terangsang. Aku lalu bangkit dan masuk ke kamar Kak Lucy. Rupanya Kak Lucy sedang ganti baju. Dia terkejut melihatku. “Ngapain kamu?”, tanyanya. “Tadi kakak ngapain sama cowok kakak?”, aku balik bertanya. Dia hanya diam. “Emang kamu tahu?”, tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk. “Jangan bilang siapa-siapa ya..!”, katanya lagi. “Oke.. tapi kakak harus mau begituan juga sama aku!”, ujarku. “Kamu mau juga ya..”, katanya manja. Dia lalu menarikku ke tempat tidur. Dibukanya bajunya, lalu dibukanya juga bajuku.

Langsung dilumatnya penisku. Rasanya enak sekali. Diisapnya penisku sampai kusemprotkan spermaku di dalam mulutnya. Aku cukup puas atas perlakuannya. Lalu dia menyuruhku menjilati vaginanya .oohh.. ahh.. erangnya. Lalu aku pindah meremas dan menjilati payudaranya. mmhh.. terus.. nggh.. Kujilati payudaranya, perutnya sampai kujilati lagi vaginanya. oh.. ah.. ena.. k.. erangnya. Nafsuku naik lagi. Penisku mulai berdiri lagi. Masu.. kin aja.. pintanya. Lalu kumasukin penisku dan memompanya. Rasanya enak sekali, penisku dijepit oleh otot vaginanya. ahh.. terus.. sayang.. jeritnya. Lalu dibaliknya tubuhku. Dengan posisi diatas, dia menggoyangkan pantatnya turun naik. Tanganku meremas pantatnya yang montok. Payudaranya bergoyang-goyang. Aku mau keluar.. erangku. Tahann.. sayang.. ujarnya. Lalu ahh.. agh.. oh.. Kak Lucy mengerang panjang pertanda orgasme. Dia terus bergoyang dan crot.. crot.. crot.. kusemburkan spermaku didalam vaginanya. Lalu dia mencium bibirku. Kami pun tergeletak bersampingan. “Makasih kak.. betul-betul nikmat”, ujarku sambil meremas payudaranya. “Iya.. kamu hebat juga”, katanya “Maukan kakak beginian lagi..?”, tanyaku “Kapan aja kamu pengen”, ujarnya sambil tersenyum.

Aku langsung keluar dan masuk ke kamarku. Aku senang sekali. Aku terus minta jatah sama Kak Lucy. Kapan ada kesempatan kami pasti melakukannya dengan berbagai macam gaya. Aku juga sudah merasakan pantatnya yang montok. Waktu itu Kak Lucy lagi haid, jadi kusorong aja pantatnya. Rasanya sama-sama enak kok. Sampai pada suatu hari, Waktu itu aku pulang kuliah, kulihat pintu kamar Kak Lucy terbuka dan dia berbaring mengenakan handuk. Aku terangsang melihatnya. Aku masuk dan kubuka bajuku lalu kupeluk dan kucumbu. Ah.. jangan sekarang! ada Mama tuh! ujarnya. Tapi aku tak peduli dan terus merangsangnya. Akhirnya dia pasrah. Kubuka handuknya dan kujilati payudaranya. Kak Lucy mendesah. Lalu dia bangkit, menimpaku sambil berbalik. Kami melakukan gaya 69, Dikocoknya dan diisapnya penisku. Aku pun menjilati vaginanya sambil meremas pantatnya. Lagi asyik menjilat, tiba-tiba pintu kamar dibuka. Kami sangat terkejut. Ternyata mama sedang memergoki kami berbuat mesum. Mama masuk dan menutup pintu.

Muka Mamaku tampak marah melihat perbuatan kami. Aku dan Kak Lucy hanya bisa terdiam. Matanya menatap kami tajam. “Maafin kami ma!, ini salah Asep. Asep yang ngajak Kak Lucy. Soalnya Asep lagi terangsang! ujarku. “Kenapa harus Kak Lucy?”, tanya mamaku. “Daripada dengan PSK lebih baik dengan aku, Ma!” sambung Kak Lucy “Lagi pula aku juga mau kok”, ujar Kak Lucy membelaku. “Terserah Mama mau marah, kami kan udah gede dan punya hasrat seks yang harus disalurkan”, ujarku. Mamaku terdiam sejenak “Ya.., udah terserah kalian. Tapi perbuatan kalian jangan sampai ketahuan papa!”, ujarnya. “Satu hal lagi Asep, jangan sampai Kak Lucy hamil”, katanya sambil menatapku. “Ya..udah sebagai hukumannya mama mau lihat bagaimana kalian melepaskan hasrat seks kalian itu”, ujarnya lagi. Aku dan Kak Lucy saling pandang. Lalu kami melanjutkan permainan kami. Aku mulai merangsang Kak Lucy lagi. Kujilati payudaranya. Lalu kujilati vaginanya. Ah..sst.. mmh.. desahnya. Tanpa lama2 kumasukkan penisku ke liang vaginanya dan kugoyang. Akkh..ohh..ngghh..ah.. ah..desahnya. Aku makin mempercepat kocokanku. Dan akhh..ahh ..akhhkhh.., jeritnya panjang. Kurasakan Kak Lucy sudah mencapai orgasme. Semakin cepat goyanganku. ck .ckk.. ck..suara kocokan penisku di vaginanya yang sudah basah bercampur cairan orgasmenya. “Mau keluar nih..”, jeritku “dimulutku aja!”, ujarnya sambil menahan sodokan penisku, kucabut penisku.

Kak Lucy langsung menggenggam penisku dan mengocoknya dalam mulutnya. Crott.. crot..crot..crot kusemburkan spermaku ke mulutnya sebanyak 8 kali. Mulutnya penuh dengan spermaku. Sampai menetes keluar dari sela mulutnya. Dan ditelannya semua. Aku terbaring puas, dan Kak Lucy menjilati penisku untuk membersihkan sisa sperma. Kulihat mama menggelengkan kepalanya. Lalu mama pergi keluar dari kamar. Aku dan Kak Lucy hanya tersenyum. Kami akan lebih bebas melakukannya di rumah, walaupun mama mengetahuinya. Kami saling berpelukan dan berciuman. Aku lalu berpakaian dan masuk ke kamarku. Di kamar aku masih memikirkan kejadian tadi. “Mama tidak melarang aku ngeseks dengan kakakku sendiri. Berarti aku juga bisa ngeseks dengan mama”, pikirku. Lagian body mama masih sip abis. Soalnya mamaku ikut fitness. Walaupun usianya udah 44 tahun tapi masih oke. Lagi pula mama pasti lebih berpengalaman. Aku berpikir lama mengenai ide gilaku ini. Kuputuskan, aku harus bisa merasakan ngeseks dengan mamaku sendiri. judi bola online

Lalu aku keluar dan masuk kekamar mamaku. Kulihat mamaku berbaring membelakangiku. Kulihat pantatnya yang montok dan pahanya yang mulus. Kubuka bajuku semuanya. Dan sambil menelan ludah aku naik ke tempat tidur dalam keadaan bugil. Kupeluk mamaku dari belakang dan kugesek penisku yang sudah tegang. Tiba2 mama terbangun “Ngapain kamu, Asep?”, tanyanya. “Pengen ngeseks sama mama”, jawabku manja. Aku langsung memeluk dan menciumnya. Mamaku diam saja. Kubuka kimononya. Wow ..mama tidak pakai BH dan CD. Payudaranya besar (lebih besar daripada punya Kak Lucy. Kak Lucy aja 36B) dan masih kencang. Vaginanya merah merekah. Pantas papa sayang terus sama mama. Aku langsung meremas payudaranya, menjilatinya dan menggigitnya. Mama hanya mendesah kecil. “Jilatin anu mama ya.. kayak Kak Lucy tadi..”, pintanya sambil meraba vaginanya. Aku lalu menjilati vagina mama sambil memainkan klitorisnya dengan gigi dan lidahku. Ahh..terus.. sayang.. okh.. e. na. k..desah mama. Kepalaku dijepitnya dengan kedua pahanya dan rambutku dijambaknya. Agar aku terus menjilati vaginanya.

10 menit lidahku menari di vagina mamaku dan akhirnya mamaku orgasme juga. Kurasakan cairan hangat di lidahku. Lalu mama bangkit dan menyuruhku telentang. Mama lalu mengambil baby oil dan mengoleskan kepenisku. Lalu dikulumnya penisku dengan nikmat. ohh..rasanya benar2 nikmat sampe ubun2. Isapan mama jauh lebih enak daripada Kak Lucy. Aku merasakan kenikmatan yang dahsyat. Mama mengulum semua penisku berserta buah zakarku. Yang paling sensasional kurasakan saat mama mengocok penisku sambil menjilati lubang duburku. Wow benar2 asyik dan nikmat. Aku sampai merinding kenikmatan. Sekitar 10 menitan kusemprotkan spermaku di depan wajah mamaku. Mama ku sibuk menjilati spermaku yang muncrat kemana mana. “Wah.. benar-benar nikmat ma..”, ujarku. “Mama jago istong (isap totong)”, pujiku “Kamu juga jago jilatannya, mama sampe merinding”, ujarnya “Papa kalo jilat kurang nikmat, lagian papa jarang mau jilat”, ujarnya lagi “Gimana, mau dilanjutkan?”, tanya mamaku “Iya dong..aku kan mau ngerasain anunya mama!”, ujarku sambil melihat vaginanya.

“Mama juga mau ngerasain sodokan penismu!”, jawabnya manja. Lalu mama mengajakku ke kamar mandi, untuk membersihkan vaginanya dan penisku. Kuhidupkan air di bathtub setinggi mata kaki. Kami berdua masuk dan kucumbu Mama, kucium bibirnya dan kuremas-remas payudaranya. Kami berdua sangat bernafsu, terutama aku. Padahal aku sudah main sebelumnya dengan Kak Lucy. Aku sudah nggak tahan untuk memasukkan penisku ke vagina mama. Kutusukkan penisku dan bless.. amblas semuanya terbenam. Kurasakan jepitan liang memek mama yang masih kuat. Kupompa penisku menghujam vagina mama. Kaki mama menjepit sisi bathtub. Ohh..yeahh.. ahh.. jerit mama. Sekitar 3 menit mama minta ganti posisi menyamping dengan posisi kaki belipat ke arah samping dan aku menggoyang dari atas menyodok vagina mama. Mama tampak sangat menikmatinya. Lalu mama minta doggy style. Kami bangkit dan mama nungging bertumpuan dengan sisi bathtub. Kusodok vagina mama dari belakang. Mama mendesah campur menjerit kecil.

Pantatnya yang montok beradu dengan pangkal pahaku. Kupeluk mamaku dari belakang sambil terus bergoyang perlahan, meremas payudaranya. “Ma..masukin ke lubang anus ya..”, bisikku “Pelan2 mama belum pernah ..”, jawabnya. Kucabut penisku dan kumasukkan pelan pelan ke lubang anus mamaku. Mamaku merintih kecil menahan sakit. Lubang anus mama memang belum pernah dijamah. Masih terasa ketat. Kugoyang perlahan-lahan sambil tanganku mengusap-usap bibir vaginannya dari belakang. Oh.. ahhk.. oh.. nikmat.. mama mendesah. Sekitar 4 menit kucabut penisku kubalikkan tubuh mama dan satu kakinya kuangkat dan ku letakkan di wastafel. Kumasukkan penisku lagi dan kugoyang lagi. sekitar 1 menit, kuangkat Mama dan kutidurkan di lantai kamar mandi. Kakinya mengangkang dan aku mulai menggenjotnya lagi. Shh.. ohh.. akhh.. mama terus menjerit merasakan nikmatnya. Dan ohh.. ahh.. mama melenguh sambil memejamkan matanya menikmati orgasmenya. Aku terus bergoyang. Lalu aku mengakhiri permainanku dengan semprotan spermaku di dalam rahim mama tempat aku dikandung dulu. Aku benar-benar puas. Aku mencium mama. “Makasih ma.. permainan Mama sangat hebat”, pujiku “Mama mau kan..ngeseks sama Asep lagi..?”, tanyaku. Mamaku tersenyum dan mengangguk “Asal.. jangan ketahuan Papa ya..!”, katanya. Aku cuma tersenyum. Lalu kami mandi bersama dalam bathtub. Malamnya aku terlelap tidur. Esok paginya, aku bangun pukul 7 pagi dan bersiap mandi. Kulihat Papa dan Kak Lucy sedang sarapan, sedangkan Mama sedang di dapur. Kudatangi mama dan kuremas pantatnya. “Aduh.. kamu nakal ya..”, ujarnya. Kubuka celanaku dan ku keluarkan penisku yang tegang. Kugesekkan ke pantat Mamaku. “Ma..ayo.. dong..”, bujukku “Gak.. ah..ntar dilihat papa!”, tolaknya “Please..”, rayuku “Isap aja ya..”, tawar mamaku “Ya.., deh..!”, sahutku lalu Mama jongkok dan mengisap penisku. Mataku merem melek menahan nikmatnya. Sampai ku semburkan lahar hangat kemulut mama. Lalu aku mandi dan berangkat kuliah. Di kampus aku rasanya pengen cepat pulang. Pukul 2 siang aku tiba dirumah. Kupanggil Kak Lucy dan Mama kekamarku. “Gimana.. kalo kita main bertiga”, usulku “Hah..!!”, jawab Mama dan Kak Lucy serentak. “Aduh.. nih..anak.. nafsu amat ya..”, ujar Mamaku “Kayaknya asyik juga tuh.”, sahut Kak Lucy.

Kak Lucy langsung membuka bajunya. Dan menimpaku. Bibirku dilumatnya sambil tangannya melucuti pakaianku. Mama akhirnya membuka bajunya dan ikut bergabung. Mama langsung menghisap penisku sambil menjilatinya. Sedangkan aku menjilati vagina Kak Lucy. Lalu kusuruh Mama tidur telentang sambil mengangkang. Kujilati vagina Mama dan Kak Lucy menjilati dan meremas remas payudara Mama. Ssst.. enaak.. ahh.. erang mama. Lalu gantian, kujilati vagina Kak Lucy dan Mama menjilati payudara Kak Lucy. Aku mulai memasukkan penisku ke vagina Kak Lucy dan memompanya. Sedangkan Mama menjilati payudara Kak Lucy sambil menggosok2 vaginanya sendiri. Aaahh..ohh.. oh.. Kak Lucy menjerit kecil berbarengan dengan deru napasnya yang tidak teratur. Kupercepat goyanganku. Aku harus membuat Kak Lucy orgasme terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian Kak Lucy mengerang puas ah. a. h.. ah. ah. ah. ahh.. ha.. sambil nafasnya agak tersengal. Penisku terasa dijepit otot vagina Kak Lucy yang yang berkontraksi. Kucabut penisku dan kutarik Mamaku. Lalu kumasukkan penisku ke liang surganya dan kugoyang. Mamaku hanya mendesah kecil. Aku menikmati goyanganku. Aku lalu membalikkan tubuh Mama keatas. Mama bergoyang bagai menaiki kuda.

Tanganku meremas-remas pantat Mama dan membantunya turun naik. Ooo.. ahh.. yehh.. erang mama sambil memejamkan matanya. Payudaranya bergantung dan bergoyang. Ohh..ahh.. kudengar erangan mamaku sambil memejamkan mata dan menahan ludah. Kurasakan Mama sudah orgasme. Kupeluk Mama dan kubalikkan badannya. Kak Lucy langsung mendekat dan menjilati payudara Mama. Aku langsung menggenjot mamaku lagi dengan posisi Mama telentang. Sekitar dua menitan, kurasakan aku mau mencapai puncak. Langsung kucabut penisku dan kusemburkan ke mulut Kak Lucy dan Mama. Mereka berebutan. Spermaku muncrat ke wajah mereka berdua. Aku lalu terduduk lemas.Kulihat mama dan Kak Lucy saling menjilati spermaku yang muncrat ke wajah mereka. Setelah 10 menit Kak Lucy keluar dari kamarku. Dan aku memainkan satu ronde lagi dengan Mamaku. Dan ku akhiri dengan semburan sperma di dalam lubang anusnya. Setelah itu Mama keluar dan mandi. Sekarang aku benar-benar betah berada di rumah, kapan saja ada saja yang melayaniku (Mama dan Kak Lucy). Hampir tiap pagi aku mendapat jatah sepong dari Mama. Tapi semua sudah kuatur.

Kalo siang aku mainnya sama Mama, dan kalo malam malam lagi pengen, aku mainnya sama Kak Lucy. Tapi kadang nggak tentu juga, yang mana aja. Kalo Papa nggak ada kami main bertiga. Apalagi kalo Papa keluar kota kami makin bebas tidur bersama. Bahkan aku pernah bolos kuliah karena kecapekan melayani Mama dan Kak Lucy`. Kejadian ini membuatku betah di rumah. Home Sweet Home.
Read More »»  

Sabtu, 06 Juni 2020

Nikmatnya Ngentot Bareng Kakak Kelasku Yang Sexy

judi bola - Waktu itu tahun 1988 ketika saya baru saja menjadi mahasiswa semester satu sebuah perguruan tinggi komputer familiar di Depok (di sebelah sebuah universitas negeri beken). Semua mahasiswa baru ketika itu diharuskan ikut kegiatan Jambore dan Bakti Sosial (Jambaksos) yang diadakan di sebuah areal perkemahan di daerah Sukabumi, Jawa Barat.

Pada hari yang diatur, siang hari kami segala bersiap-siap di kampus tercinta, kemudian langsung diberangkatkan dengan mengaplikasikan beberapa truk bak terbuka. Setelah mencapai perjalanan lebih kurang tiga hingga empat jam, diakibatkan ada salah satu truk yang salah jalan sehingga segala truk lain wajib membisu menunggu sejenak di suatu daerah, walhasil kami tiba di daerah tujuan kami. Hari telah mulai gelap. Kulihat sekeliling kami. Uh, mengerikan juga. Suasana sunyi dan gelap, maklum di daerah pegunungan yang tidak terlalu banyak penduduknya. Yang terdengar hanya suara mesin diesel truk yang cukup berisik. Alhasil dengan konvoi truk satu persatu, kau menuju daerah terbuka sebagai daerah parkir truk-truk yang kami tumpangi hal yang demikian. Sudah hingga?, Belum! Kami masih wajib berjalan kaki lagi beberapa jauh via jalan setapak untuk mencapai daerah di mana kami akan mendirikan kemah-kemah kami.
Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam ketika kami memasuki area perkemahan. Wah! Ternyata area perkemahan telah diterangi oleh beberapa lampu sorot yang cukup besar kekuatannya, yang telah disiapkan oleh tim panitia yang telah mendahului kami ke sana satu hari sebelumnya. Mereka juga telah mendirikan dua buah MCK darurat. Satu khusus cewek dan satu khusus cowok. Dengan tubuh sedikit letih akibat perjalanan yang cukup jauh, kami malahan mendirikan kemah masing-masing dengan nasihat beberapa orang panitia. Satu kemah diisi oleh satu grup yang terdiri dari empat hingga lima orang. Cewek dan cowok pisah kemah. Katanya sih, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan! Aku memang tak beruntung, grup saya semuanya terdiri dari buah hati-buah hati yang belum saya ketahui. Aku memang orangnya pemalu dan agak pengecut, sehingga kurang kencang dalam bergaul. Setelah makan malam dan sedikit waktu rehat, diadakan briefing mengenai jadwal kegiatan Jambaksos di hari-hari berikutnya. Briefing inilah satu-satunya acara yang diadakan pada hari pertama itu.

Tengah mengikuti briefing, tiba-tiba saya merasa berkeinginan pipis. Aku ragu-ragu untuk turun ke MCK yang didirikan di tepi sungai yang mengalir dekat perkemahan kami. Aku yang memang dasar pengecut, urung ke MCK hal yang demikian. Habis jalan ke sana cukup jauh lagipula gelap sekali. Sementara untuk meminta dampingan salah seorang panitia malu rasanya. Alhasil saya putuskan pergi ke balik semak yang sekelilingnya sepi dan agak tersembunyi serta agak jauh dari kerumunan orang-orang yang sedang mengikuti briefing.

 Ah.., Lega rasanya sesudah saya mengeluarkan segala isi kantung kemih saya. Mungkin jikalau ditampung di botol, separuh liter ada. Aku memang menahan pipis dari waktu masih di daerah Bogor ketika perjalanan menuju kemari. Apalagi disupport oleh dinginnya udara pegunungan di sini hingga ke sumsum tulang.

“Hi hi hi hi.., Hei, ngapain kau di situ?!” Terlihat dua orang panitia datang ke arah saya sambil cengengesan. Aku mengenal mereka, yang satu namanya Lina (bukan nama sesungguhnya), yang rambutnya sepundaknya sedikit kecoklatan, sedangkan yang rambutnya hitam pekat dipotong pendek merupakan Rita (juga bukan nama sesungguhnya). Kedua-duanya tinggi tubuhnya hampir sama. Sama-sama indah dan sama-sama sensual. Payudara merekapun termasuk berukuran besar dan membulat, dengan milik Rita sedikit lebih besar ketimbang milik Lina. Ini kelihatan dari balik kaus oblong cukup ketat yang mereka kenakan. Mereka berdua merupakan anggota seksi P3K.

“Aku.., saya lagi membuang air, Kak”, jawab saya dengan takut-takut. Melainkan Lina dan Rita malahan mendekati dan melompat turun ke daerah persembunyian saya yang lokasinya sedikit di bawah areal perkemahan itu.

“Mengapa kau pipis di sini, hah?, Bukannya kita telah punya MCK sendiri di sana?”, tanya Lina.

“Habis, saya takut, Kak.” Aku masukkan penis saya dan saya naikkan kait retsleting celana saya. Lina dan Rita mengakak memperhatikan tindakan saya.

“Eit! Ini garasi jangan ditutup dulu”, kata Rita sambil meremas selangkangan saya. Ouch! Kemudian tangannya membuka kembali retsleting yang sempat saya tutup.
“Wow! Ta, lihat, doi nggak pake celana dalam!”, Saya memang jarang mengenakan celana dalam bila pergi ke mana-mana.
“Mana, Lin? Gue mau lihat”, sahut Rita mendekati selangkangan saya. Rita memberi tempat kepada Lina. Lina memasukkan tangan kanannya ke dalam celah retsleiting saya. Dia mengelus-ngelus senjata saya dengan tangannya yang hangat, membuat saya mulai menggelinjang menahan nikmat.
“Ta, doi belum disunat! Kamu pernah main sama penis yang belum disunat?”, Lina mengeluarkan penis saya dari dalam sangkarnya. Rita hanya mengangkat bahunya saja.
“Eh, Oom Senang. Ini hukuman kamu karena sudah buang air sembarangan! Sekarang kamu diam aja yah!”, kata Lina sedikit melotot.

Lina mendekatkan penis saya ke mulutnya. Beberapa detik kemudian mulutnya telah asyik melumat penis saya. Ah, penis saya itu semakin mengeras. Ini menambah keasyikan tersendiri bagi Lina yang terus mengulum penis saya yang meskipun tidak terlalu panjang namun berdiameter cukup besar. Mata saya hampir mencelat keluar sewaktu Lina menjilat-jilati ujung penis saya yang tegang menjulang. Gelitikkan lidahnya yang nikmat mulai membangkitkan gairah birahi saya yang selama ini terpendam.

“Lin! Bagi dong gue! Jangan kamu habisin sendiri!”, Rita tidak mau kalah. Ia mengarahkan tangannya ke belakang pinggang saya, lalu dipelorotkannya celana panjang saya ke bawah sehingga menampakkan penis saya yang tampak sudah siap tempur. Dinginnya udara malam yang menusuk kulit paha saya yang telanjang tidak terasa, terhapus oleh kenikmatan yang sedang saya alami di selangkangan saya. Kemudian Rita mendekatkan bibirnya yang ranum dengan sapuan lipstik tipis ke penis saya. Lalu dengan lahapnya mereka berdua menguasai penis saya dengan kuluman dan jilatan lidah mereka yang bertubi-tubi, membuat tubuh saya seperti tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang aduhai ini.

“aah.., Kak.., saya sudah mau keluar..”, kata saya mendesah-desah. Tapi Lina dan Rita tidak mempedulikannya. Mereka masih asyik menjelajahi seluruh permukaan selangkangan saya dengan mulut dan lidah mereka yang seperti ular. Akhirnya dengan dua-tiga kali kedutan, saya memuntahkan seluruh cairan kental isi penis saya ke wajah Lina.
“Ma.. Maaf, Kak. Saya nggak sengaja.” Lina bukannya marah melainkan malah tersenyum senang. Dijilatinya air mani saya yang ada di wajahnya.
Mengetahui bahwa dirinya tidak kebagian cairan nikmat saya, Rita menjulur-julurkan lidahnya ke arah wajah Lina. Ia ikut menjilat-jilati wajah Lina seperti meminta bagian. Lina tampaknya mengalah. Tiba-tiba bibirnya yang merah merekah mencium bibir Rita. Dan Rita pun membalasnya. Sementara tangannya mulai meremas-remas dua tonjolan bulat yang ada di dada Lina.
“Ah.. Rit.. Terusin.. Ah..” Persetujuan Lina ini membuat Rita melanjutkan kegiatannya. Ia melepaskan kaus oblong yang dikenakan Lina. Kemudian tangan kirinya diselipkan ke balik BH Lina yang berwarna putih. Diremas-remasnya payudara mulus Lina yang bulat membusung. Sesudah itu tangannya beralih ke punggung Lina. Dibukanya pengikat BH Lina. Dan tak terhalangi lagi payudara Lina yang indah seperti buah mangga harumanis yang ranum, dengan puting susunya yang tinggi menjulang menggemaskan dikeliling oleh lingkaran kemerahan yang cukup lebar. Tanpa mau melepaskan kesempatan emas ini, mulut Rita langsung melumat puting susu Lina yang mulai menegang. Dengan lidahnya yang menjulur-julur seperti ular, dijilatinya ujung puting susu yang menggairahkan itu. Sekali-sekali disedotnya puting susu itu, membuat mata Lina mendelik kenikmatan.
Melihat perbuatan kedua senior saya itu, tak saya sadari, penis saya yang tadi sudah loyo bangkit kembali dan semakin mengeras.

BokepLife Sekonyong-konyong Lina melepaskan diri dari jamahan Rita. Ia memandangi temannya dengan wajah seperti memohon. Rita pun memahami apa maksud Lina. Ia menanggalkan semua pakaian yang dikenakannya, lalu merebahkan tubuh bugilnya yang mulus di rumput dengan beralaskan pakaian yang telah dilepasnya tadi. Mulut Lina langsung menyergap payudara Rita yang berukuran besar laksana buah pepaya bangkok tapi tampak kenyal dan kencang. Lidahnya menjelajahi setiap inci bagian payudara temannya yang memang indah dan membusung itu, termasuk celah-celah yang membelah kedua bukit kembar dengan ujungnya yang mencuat tinggi itu. Dengan mahir Lina menggesek-gesekkan ujung lidahnya yang basah ke ujung puting susu Rita yang tinggi dan keras, membuat Rita menggerinjal keras sementara mulutnya mendesis-desis bak ular yang siap menerkam mangsanya. Sementara tangan kirinya menelusuri selangkangan Rita. Ia mempermainkan clitoris memerah yang ada di bibir vagina Rita. Diusap-usapnya daging kecil pembawa nikmat itu dengan halusnya dengan jari tengahnya. Diimbangi dengan gerakan naik-turun pantat Rita yang bahenol itu. Kemudian dengan sekali gerakan, Lina menyodokkan jari telunjuk, jari tengah, dan jari manisnya sekaligus ke dalam vagina Rita, membuat tubuh temannya ini terhentak keras ke atas. Rita tampak memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang tidak bisa ditandingi oleh apapun di dunia ini ketika Lina memainkan ketiga jarinya itu masuk-keluar vagina Rita, makin lama makin cepat. judi bola online

Menyaksikan pemandangan yang indah ini, insting kelaki-lakian saya mendorong saya menghampiri kedua cewek yang tengah dilanda nafsu birahi itu. Dengan sedikit rasa takut dan ragu-ragu, saya pegang pinggang Lina. Setelah menyadari tidak adanya penolakan, membuat rasa keberanian saya timbul, ditambah oleh rasa aneh di selangkangan saya yang sudah minta untuk dilampiaskan. Saya membuka retsleting celana panjang Lina kemudian saya turunkan celana panjang itu berikut celana dalam yang dipakainya sampai sebatas mata kaki. Seketika itu juga tercium aroma khas nan segar dari selangkangan Lina yang terpampang bebas. Tanpa menunda-nunda lagi, saya segera menghunjamkan penis saya ke dalam vagina Lina dengan keras dari belakang, membuat cewek itu menjerit kecil, “Ouuhh..”

“Ah.., terusin.., lebih kencang.., lebih dalam..,. Ouhh..”, Desah-desahan penuh kenikmatan dari Lina membuat saya tambah bernafsu. Saya semakin mempertinggi intensitas masuk-keluarnya gerakan penis saya di dalam vagina Lina, mengakibatkan tubuh molek gadis itu berguncang-guncang dengan keras. Kedua payudaranya yang menggantung molek di dadanya dan ikut bergoyang-goyang mengimbangi guncangan tubuhnya sedang dilumat oleh Rita. Puting susunya yang menjulang itu tengah diisap-isap oleh temannya, semakin membuat Lina mendesah-desah hebat. Sementara di bagian bawah, saya masih mempermainkan penis saya terus-menerus di dalam vaginanya, membuat Lina kehilangan keseimbangan. Tubuhnya yang putih dan mulus jatuh menindih tubuh Rita yang ada di bawahnya. Namun ini tidak menghentikan permainan kita.
“uuh.., Kak.., Saya sudah mau keluar.., Mau.., di dalam.., atau.., di luar..?”, Saya merasakan sudah tidak mampu lagi menahan gejolak yang ada di burun saya.
“hh.., Di dalam aja.., Ouhh..”, jawab Lina sambil terus menggerinjal. Akhirnya permainan kita usai sudah, diakhiri dengan ditembakkannya lagi cairan-cairan kental berwarna putih dari penis saya ke dalam vagina Lina. Saya dengan penis masih berada di dalam vagina Lina terkulai lemas di samping tubuh cewek itu yang dengan lemas masih menindih tubuh Rita yang kelihatannya kurang puas.
“Kamu masih punya hutang lho sama gue”, kata Rita mengingatkan saya. Saya tidak menjawab, hanya mengangguk saja.

Lima menit lamanya kami terdiam. Setelah itu kami bangkit dan membereskan pakaian kami kembali, bersamaan dengan selesainya acara briefing malam itu. Dengan mengendap-endap setelah menengok ke sekeliling terlebih dahulu kami bertiga keluar dari tempat persembunyian kami, kemudian dengan perasaan sepertinya tidak pernah terjadi apa-apa, kami kembali ke tenda kami masing-masing untuk bergabung dengan teman-teman lainnya.
“Eh, kamu tadi ngapain bertiga sama Kak Rita dan Kak Lina?”, tanya salah seorang teman saya satu tenda. Saya hanya tersenyum penuh arti
Read More »»